Gambar Isra Mi'raj Tidak Bisa Didekati dengan Konsep Ilmiah

Isra Mi'raj Tidak Bisa Didekati dengan Konsep Ilmiah

UIN Online - Isra Mi'raj tidak bisa didekati dengan konsep ilmiah. Karena pada dasarnya konsep ilmiah sekarang ini diawali dari rasa ragu untuk membuktikan sesuatu yang diragukan. Akan tetapi Isra Mi'raj bias didekati dengan landasan Tauhid.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ir H Muhammad Nur Abdulrahman di hadapan para peserta peringatan Isra Mi'raj. Isra Mi'raj dengan tema Memahami Hakekat Melalui Pendekatan Iman dan Sainstek, diperingati di gedung Rektorat lantai IV Universitas islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kamis (17/07/2011).

"Apakah persitiwa Isra Mi'raj dapat didekati dengan Sainstek? Apakah bisa diobservasi? Kalau menurut saya itu tidak bisa karena kejadiannya hanyab satu kali dan tidak akan terulang lagi. Itu syaratnya sehingga tidak bisa didekati dengan pendekatan ilmiah," katanya,

Tapi, itu jika model ilmiah yang dianut oleh orang pada umumnya. Karena pasti tidak boleh ada unsure wahyu di dalamnya. Ilmu sekarang menurut pandangan Intelektual Ulama ini, bertumpu pada filsafat Positifisme.

Karena tidak boleh ada wahyu, Kolumnis ini juga menyatakan bahwa jika demikian apakah ilmu sekarang tidak memihak dan benar-benar polos? Ir H Muhammad Nur Abdulrahman membantah hal tersebut.

"Ilmu sekarang sebenarnya memihak. Memihak pada atheis (tdak percaya dengan adanya Tuhan), berpiihak pada paham Sekuler (memisahkan anarata urusan dunai dan urusan akhirat), berpihak pada paham agnostic (tidak percaya pada Tuhan dan tidak beragama), dan aliran deis (Percaya pada Tuhan tapi tidak percaya akan wahyu)," paparnya.

Dia mengambil contoh ilmu Kedokteran. Kematian dalam ilmu kedokteran jika otak tidak berfungsi lagi. Menurutnya, ini berpihak pada ilmu sekularisme. Namun, dalam paham Islam kematian itu terjadi ketika roh dan jasad telah berpisah.

Menurutnya Isra Mi'raj itu harus berlandaskan taudih (keyakinan). Karena tujuan adanya Isra Mi'raj itu memang untuk menguji keimanan seseorang. Untuk mengujinya harus didasarkan pada ayat Qauniyah dan ayat Qauliyah. Tapi dia melarang  menggunakan pendekatan teknologi karena hal tersebut terlalu rendah. Teknologi hanya memberikan nilai tambah pada sesuatu. Contohnya kayu glondongan diolah jadi papan. Tapi jika menggunakan pendekatan Sains itu baru bisa.

"Jadi, untuk mengetahui peristiwa Isra Mi'raj harus melalui keyakinan. Jangan pakai otak karena otak itu ada batasannya. Bisa puusing nanti," katanya seraya mengakhiri. (*)

Previous Post 5.612 Maba UIN Makassar Ikut PBAK di Masjid Agung Sultan Alauddin
Next Post Mahasiswa KKN UIN Alauddin Bangun Desa Berbasis Nilai Islami