Gambar Kemiskinan Sangat Dekat Dari Radikalisme

Kemiskinan Sangat Dekat Dari Radikalisme

UIN Online - Dalam Al-Qitab Bibel: Cinta uang adalah akar dari kejahatan. Mungkin lebih benar lagi kalau dikatakan bahwa cinta tuhan adalah akar dari segala kejahatan. Agama adalah tragedi umat. Ia mengajak pada yang paling luhur paling murni, paling tinggi dalam jiwa manusia.

Kalimat di atas dikutip dari tulisan Prof Qasim Mathar yang bersumber dari seorang novelis. Potensi seeorang untuk menjadi Radikal adalah termarjinalkan, ketidakpusan, dan ketidakadilan, serta kemiskinan. Hal tersebut dikuatkan oleh Hadis Rasul bahwa orang miskin itu dekat dari kekafiran.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof Dr Qassim Mattar MA (guru besar pemikiran Islam), Prof Dr H M Irfan Idris (Dirrektur Penanggulangan Anti teroris), dan AKBP Drs H Abdul Azis (Kasat Binmas Polresta Makassar) ketika membawakan dialog.

Dalam rangka memperingati nuzulul Qur'an atau turunya Al-qur'an, masjid kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makasssar mengadakan dialog keagamaan, Rabu (17/08/2011) tadi malam.

Dialog ini diadakan seusai sholat tarwih. Dengan tema Radikalisme Demokrasi Nasionalisme dan Kebebasan Beragama pada Masyarakat Multikulturalisme. Menurut Prof Kassim Mattar, Radilkalisme itu terdiri dari tiga bagian, yakni radikalisme fundamentalis, radikalisme liberalism, dan radikalisme moderat (yang berada di tengah-tengah).

Disebutkan ada beberapa aliran yang masuk dalam bagian radikalisme yakni Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang berasal dari darul Islam (DI), Laskar Jihad. Berdasarkan penelitian, Laskar ihad ini terdiri dari dua ribu anggotanya direkrut dari kaum pemuda. Laskar Jihat terlibat langsung pada Kerusuhan di Ambon.

Front Pembela Islam (FPI) yang biasanya melakukan pernyataaan sikap lewat advokasi meski dengan cara yang tidak bersahabat atau santun, Hizbu Tahrir yang salah satu tujuannya adalah ingin menganti mata uang rupiah ke dinar. Termasuk Wahda.

"Karakteristik geraan mereka adalah memiliki semangat perang salib, gerakannya menekankan syariat islam sebuah keharusan, melawan pemerintah ketika ada syariat yang bertentangan menurut pemikiran mereka, selalu ingin menegakkan agama dengan jalan jihad, serta agama Kristen dan Yahudi mereka tidak sebut lagi sebagai Ahlul kitab seperti yang Al-Qur'an sebutkan,"paparnya.

"Bentuk Radikalisme itu terdapat dua bagian yakni secara fisik. Secara fisik inilah yang ujung-ujungnya akan menjadi teroris. Yang biasanya menginginkan 70 bidadari dengan jalan jihad, dan secara nonfisik. Nonfisik ini sifatnya fundamentalis yakni mengembalikan ajaran ke ajaran yang dasar," tambah Irfan Idris.
 
"Entah mengapa bisanya Negara yang tidak memiliki agama justru damai. Seharusnya Indonesia enam kali lipat damainya dari Negara yang tidak punya agama sama sekali. Karena Indonesia punya enam agama. Entah di mana damai itu kita letakkan," tambah Irfan Idris. (*)

Previous Post UIN Alauddin Makassar Jadi Pilot Projek Masuk QS World University Rankings
Next Post Program Studi PPG FTK UIN Alauddin Makassar Raih Akreditasi Unggul