Gambar Bakat Mengajar Bahasa Arab Sejak dari Pesantren

Bakat Mengajar Bahasa Arab Sejak dari Pesantren

UIN Online - Sikap otoriter orangtua tak semuanya salah. Bahkan kadang banyak memberi manfaat. Seperti yang dirasakan Siti Samirah yang sejak kecil diwajibkan mengeyam pendidikan di pondok pesantren.

Gara-gara sejak kecil di pesantren, sebagai seorang siswi Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI), gadis yang tahun 2011 ini berusia 21 tahun, tak hanya mengenal, tapi cukup fasih bahasa Arab. Dan itu pun dirasakannya saat kuliah di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

"Bapak dan ibu memang sangat ingin jika anak-anaknya harus mengenyam pendidikan di pesantren. Jadi mau tidak mau saya harus menurutinya. Apa lagi kedua kakak saya juga terlebih dahulu masuk pesantern," ujar Mira saat ditemui di Fakultasnya, Jumat (02/12/2011).

Pengenalan awalnya terhadap bahasa Arab, membawa anak ketiga dari delapan bersaudara ini menyukai bahasa Arab. Bahasa yang terkadang sulit untuk dibaca bagi sebagian orang. Hingga membawa ia ke dalam dunia mengajar.

"Saya suka bahasa Arab sejak kelas enam SD, sampai tamat DDI saya dimasukkan oleh orang tua ke pondok pesantren An Nahdah," lanjut Mira yang semakin fasih karena ia ikut mengajar di sekolah dasar.

"Saya mengajar, awalnya hanya kelas 5 SD dan kelas 6 SD. Pertama kali mengajar bahasa Arab bagi saya tidak yang sulit, siswa paham dan mengerti apa yang saya sampaikan itu sudah cukup," kata adik dari Usman Affandi ini.

Ingin Jadi Perawat

Tahun 2005, Mira meninggalkan bangku SMP, Mira ingin memilih pilihannya sendiri yakni meneruskan cita-citanya untuk jadi seorang perawat. Sayangnya lagi-lagi orang tua yang memutuskan untuk tetap berada di pesantern.

"Ketika tamat Aliyah, saya sempat berbicara pada orang tua kalau mau masuk sekolah perawat. Tapi karena orang tua inginnya saya tetap di pesantren, saya pun tak bisa menolak dan tetap mengikuti keinginan orang tua," ujar perempuan kelahiran 6 Juli ini.

Bagi kakak dari Muh Al Mahdi ini, mengikuti keinginan orang tua adalah salah satu bentuk pengabdian dan hormatnya kepada orang tua. "Inilah mungkin yang dikatakan takdir dan reski, ketika saya kembali ke pesantren, saya kembali dipanggil mengajar di SD dan SMP," kata mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab ini.

Penghasilan pertama pun tak sebanding dengan dengan apa yang ia lakukan. Tapi bagi buah hati dai H Muin dan Hj Daiman ini, membagi ilmu dengan orang lain lebih bermanfaat ketimbang disimpan sendiri, meski tak sebanding dengan bayaran uang.

"Tujuan saya memang untuk mengajar bukan untuk mencari penghasilan, tapi untuk membagi ilmu yang saya peroleh dari pesantren," kata kakak ketiga dari Musdalifah Safitri ini.

Terlahir di tengah keluarga sederhana, membuatnya terbiasa untuk hidup dengan apa adanya. Tak pernah berfikir untuk memboroskan diri dengan hasil keringat yang ia peroleh.

"Penghasilan pertama saya berikan sama mama, saat itu 50 ribu rupiah dan 40 ribu rupiah per bulan saya dapatkan dari hasil mengajar di SD dan SMP," tututnya.

Tahun 2008, anak ketiga dari delapan bersaudara ini menginjakkan kaminya di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Di kampus inilah ia kembali mengenal bahasa Arab di jurusan bahasa dan sastra Arab.

Jurusan Pilihan Sendiri

Pilihan memilih jurusan ini, bukan lagi atas keinginan orangtuanya, tapi sudah menjadi pilihan dan keinginan perempuan kelahiran 1990 ini.

"Saya memilih bahasa karena saya rasa bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh orang muslim dan bahasa ini sudah menjadi bahasa yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Dan saya ingin mengetahuinya lebih dalam lagi."

Memasuki semester dua di Fakultas Adab dan Humaniora, gadis keturunan Pangkep dan Bone ini lagi-lagi kembali dipanggil untuk menekuni pekerjaan yang hampir tak ia lakukan sejak meninggalkan Pondok Pesantern Annhadah.

"Saat masuk semester dua saya kembali mengajar di SMP dan SMA. Dan semester enam saya dipanggil untuk mengajar di PIKIH untuk bahasa arab sampai saat ini. Saat ini juga saya mengajar privat di Jalan Syekh Yusuf," ujar kakak dari Umar.

Penghasilan yang diperolah dari sini pun tak ia sia-siakan dan menikmatinya sendiri. Sesekali ia membelikan ibunya baju dan memenuhi kebutuhan kuliahnya.

"Saya berusaha mengurangi beban orang tua saya sejak semester lima. Di sini saya mulai membiayai diri saya sendiri dalam hal pembayaran SPP dan untuk kebutuhan kuliah seperti membeli laptop dan setiap saya terima uang pasti saya kembalikan ke mama," lanjutnya

Dan sampai saat ini Mira, masih menekuni pekerjaan sambilannya ini. Pekerjaan ini taklantas membuat kuliahnya berantakan.

"Pintar-pintarnya saja saya membagi waktu mengajar, jika di PIKIH saya menyesuaikan dengan jam kosong saat di kampus dan untuk privat saya ambil waktu di hari libur," kata Adik pertama Lukman Hakim.

Terbukti sampai saat ini, kuliahnya bisa lancar dan nilainya pun tidak ada yang anjlok. "IPK terakhir saya saat ini 3,86. Dan apa yang saya peroleh saat ini tak lepas dari doa dari orang tua saya," ujar Mira yang bercita-cita sebagai dosen. (*)
 
Data diri:
* Nama: Siti Samirah HM
* Tempat tanggal lahir: Makassar, 6 Juli 1990
* Fakultas: Adab dan Humaniora
* Jurusan: Bahasa dan Sastra Arab
* Ayah: H Muin
* Ibu:Hj Daima
* Saudara: Usman Affandi, Lukman Hakim, Umar, Ismail, Musdalifah Safitri, Sulaeman, dan Muh Al Mahdi.

Previous Post Jadi Narasumber FGD FKUB, Kaswad Sartono Dorong Regulasi Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di Mak
Next Post Mahasiswa Keperawatan UIN Alauddin Makassar Raih Juara Kategori Video Ter-estetik