Gambar Pesantren dan Moderasi Beragama Tema kajian Pertama Diskusi LISU

Pesantren dan Moderasi Beragama Tema kajian Pertama Diskusi LISU

UIN Online - Upaya untuk menjadikan Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar sebagai Fakultas dimana kajian dan kebebasan berfikir menjadi ruh utama, maka Dekan Fakultas Ushuluddin membentuk sebuah forum Akademik dengan nama  Lingkar Studi Ushuluddin (LISU). Setiap bulan Lingkar Studi Ushuluddin ini akan menjadi forum bagi akademisi Fakultas Ushuluddin untuk membagikan gagasan, isu, hasil penelitian ataupun kegelisahan intelektual mereka.
Selaku Dekan,  Dr. Muhsin, M. Th.I mengungkapkan bahwa Forum Akademik ini adalah salah satu Program Kerja yang telah lama direncanakannya namun harus tertunda karena persoalan pandemi. Sampai kemudian dirinya tersadar bahwa kajian seperti ini tidak harusnya terpaku pada program.  Dirinya mengatakan bahwa; “Ilmu itu adalah perbuatan yang sangat mandiri. Ilmu sejatinya tidak tergantung apapun karena ilmu selalu menyuarakan kebenaran.” 
Tema pertama yang dikaji dalam Forum Akademik ini terkait dengan  Pesantren dan Penyemaian  Nilai-Nilai Moderasi Islam; Studi Kasus Pesantren As’adiyah Sengkang. Hadir sebagai pemantik pertama dalam diskusi awal ini adalah dosen Prodi Studi Agama-Agama, Wahyuddin Halim Ph.D. Sebelumnya, gagasan ini juga sempat disampaikannya di Berlin, Jerman.
Menurut Wahyuddin Halim, penelitian tentang Pesantren telah banyak dilakukan oleh researcher dari dalam dan luar negeri. Hasil temuan dari peneliti tersebut  menyebutkan bahwa Pesantren dianggap sebagai lembaga yang dapat mentransmisi nilai Islam. Pesantren dianggap memiliki kemampuan beradaptasi, Pesantren mampu mendorong pembangunan ekonomi masyarakat, Pesantren dapat menjadi tempat menanamkan nilai kebangsaan dan juga kewargaan, Pesantren dapat pula menginisiasi transformasi dan reproduksi otoritas keagamaan dalam konteks lokal.
Saat ini, menurut Wahyuddin Halim, setidaknya ada tiga model Pesantren yakni model Pesantren Tradisional (Salafiyah), Pesantren Modern (Khalafiyah) dan juga Pesantren yang mengkombinasi model tradisional dan modern.
Diskusi pertama Lingkar Studi Ushuluddin dihadiri oleh para dosen, mahasiwa, alumni dan juga masyarakat umum yang tertarik pada tema kajian yang diangkat.  Dekan Fakultas Ushuluddin berharap bahwa forum ini menjadi awal yang baik dan semoga menjadi tradisi yang baik di Fakultas Ushuluddin.
Moderator Kegiatan, Syamsul Arif Galib, M.A yang juga merupakan sekretaris jurusan Prodi SAA  mengungkapkan bahwa forum akademik semacam ini penting sebagai wadah sirkulasi keilmuan selain di dalam kelas. Budaya akademik semacam ini harus dijaga. Mahasiswa ingin mengenal dosennya. Bukan hanya mnegenal nama namun mengenal buku, kajian, kepakaran dan juga penelitian yang pernah dilakukannya,pungkasnya.

Previous Post LP2M UIN Alauddin Makassar Gelar Pengabdian Kebencanaan di Kecamatan Biringkanaya
Next Post AI Gunakan Gedung Perpustaakan UIN Makassar Cetak Uang Palsu Sejak September 2024, Bukan 2010