Gambar  Menikmati Sunset di Kota Iskandariah

Menikmati Sunset di Kota Iskandariah

SALAM dari kampung halamannya Iskandar Agung. Dalam Al-Qur'an, sosok ini bernama Dzulqarnain, Maharaja Iskandar sang penakluk Timur dan Barat. Orang Eropa dan Amerika menyebutnya sebagai Alexander The Great.

Kemarin siang waktu Kairo, setelah agenda penerimaan dari pihak Universitas Al-Azhar, Kairo, dijadwal ulang, kami menuju Kota Iskandariah, kota terbesar kedua di Mesir yang berada di sebelah utara Kairo. Perjalanan darat kami tempuh selama sekitar 3 jam dengan bus full AC.

Kami melewati jalan tol secara gratis. Pemandangan kiri dan kanan cukup mengesankan karena sepanjang perjalanan banyak kebun sayur dan buah-buahan khas mesir. Meski cuacanya cukup panas, tapi sayur dan buah tumbuh subur.

Ada sayuran segar, bonte (mentimun) mesir, tomat merah, semangka hijau, dan banyak lagi yang dipajang sepanjang jalur.

Demikian juga kami menemukan pengerjaan infrastruktur jalan dan jembatan layang. Jika selesai, maka perjalanan Mesir ke Makkah dan Madinah di Arab Saudi, tak akan lagi halangan. Semuanya cukup wah dan punya prospek ke depan yang cemerlang.

Kami berkesempatan menengok "Pompey Pillar" di area pedesaan yang dilewati kerata api bertenaga listrik, dikiri kanan jalan juga dipadati pedagang kaki lima dengan pajangan barang yg dibutuhkan masyarakat, terlihat pengunjungnya dari kalangan menengah ke bawah.

Memasuki kota Iskandariah yang berpenduduk 12 juta, kesan indah langsung kami temui. Bangunan-bangunan menjulang, baik hotel maupun perumahan dengan gaya rumah susun banyak ditemui. Jalan-jalan sangat lebar dan penataan kota yang apik serta bersih.

Walau begitu, kawasan kumuh juga ada di sini. Saat kami masuk ke gang-gang sempit menuju tempat bersejarah bernama Cata Comb (sebuah ruang bawah tanah di masa Yunani pada jaman Mesir kuno), banyak terlihat pemukiman kumuh. Sempat awalnya kesan positif muncul tapi kemudian pupus karena terdapat distorsi kebijakan soal kebersihan kota.

Dari kawasan tersebut kita pun sampai di daerah pantai Iskandariah dengan pemandangan menghadap laut tengah (Mediteranian Sea). Sungguh sebuah pantai yang panjang dengan jalan tertata rapi.

"Sebelumnya hanya 1 jalur satu arah saja, tetapi Pak Walikota melakukan reklamasi untuk menambah 1 jalur lagi dan kini baru saja rampung. Sekalipun jalan sudah lebar, tetap saja padat bahkan kadang macet total pada jam-jam tetentu. Terutama di masa liburan musim panas seperti saat ini," ujar Wael yang mendampingi rombongan.

Pantai ini bernama Pantai Quaid Bay, panjangnya sekitar 15 km yang ditata seapik mungkin untuk kenyamanan para pengunjung dari berbagai negara. Pengunjung ada yang berenang, main boat kecil semacam lepa-lepa, ada yang main layangan, duduk-duduk di bawah payung warna warni.

Pokoknya ratusan ribu orang tumpah ruah ke pantai pasir putih tersebut hingga jelang mentari terbenam di ufuk barat. Ombak yang sesekali menerjang pantai menambah gairah pengunjung terutama pasangan muda-mudi.

Kota Iskandariah juga banyak menampilkan monumen tokoh penting dari negeri ini sebagai salah satu bentuk penghargaan bangsanya. Ya, kota ini memang menyimpan berbagai sejarah masa lampau Mesir yang sangat kaya dengan tokoh legenda.

Dari pandangan saya, meski negeri mayoritas muslim, fenomena dekadensi pengamalan syari'ah juga terlihat di pantai Quaid Bay ini. Para pengunjung tak menghiraukan lagi masuknya waktu shalat. Mereka hanya asyik dengan hiburan yang ada. Bahkan kegiatan turis baru sepi pada pukul 03.00 jelang subuh, nanti jam 04.00 baru mereka tidur.

Kondisi tersebut diperparah dengan tidak tersedianya tempat ibadah di sekitar kawasan wisata tersebut. Kami juga kesulitan mencari masjid dan baru menemukan masjid di International Garden (taman yang berisi semua jenis tanaman dari penjuru dunia.

Di dalam taman tersebut terdapat istana Raja Farouk, raja Mesir terakhir di jaman moderen sebelum Mesir memasuki masa demokrasi yakni berganti ke republik. Karena menjadi masjid yang langka, maka para pelancong mancanegara banyak berkumpul di situ.

Nah, pantai semakin ramai ketika waktu mantahari akan tenggelam. Untuk menikmati pemandangan sunset di pantai Quaid bay, para keluarga pelancong mulai menggelar tikar, tanpa  peduli suara azan dari menara masjid di kompleks istana Maharaja Farouk.

Lamat-lamat cahaya putih berubah menjadi kuning lalu kemerahan dan berangsur-angsur gelap ditelan malam. Kemudian berganti dengan cahaya lampu-lampu mercury menyorot sudut-sudut jalan di Iskandariah. (*)

Previous Post 5.612 Maba UIN Makassar Ikut PBAK di Masjid Agung Sultan Alauddin
Next Post Mahasiswa KKN UIN Alauddin Bangun Desa Berbasis Nilai Islami