UIN Alauddin Online - Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar bekerja sama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia menggelar kegiatan Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren bertema “Transformasi Pendidikan Pesantren”. Acara ini berlangsung pada Rabu, 26 November 2025 di Ruang Rapat Senat, Gedung Rektorat Kampus II Samata.
Acara ini menghadirkan Direktur Pesantren Kemenag RI, Dr. H. Basnang Said, M.Ag., yang secara tegas menyampaikan pentingnya penguatan kelembagaan pesantren sebagai bagian dari strategi rekognisi negara terhadap dunia santri.
Dalam pidatonya, Dr. Basnang juga mengkritik persepsi yang dulu kerap menganggap santri sebagai warga yang tidak berpotensi dalam pendidikan nasional. Ia menyoroti bahwa banyak santri tidak bisa masuk fakultas seperti kedokteran karena ijazah pesantren tidak diakui secara penuh di masa lalu. Mereka dulu dinilai hanya mampu menempuh pendidikan bernuansa islami.
Alhasil, Kementrian Agama pernah bekerja sama dengan tiga universitas ternama untuk menjalankan Program Beasiswa Santri demi membuktikan bahwa persepsi itu salah. Mereka memulai dengan meyakinkan Universitas Gajah Mana (UGM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memberi peluang bagi santri agar bisa masuk fakultas kedokteran.
Sebagai hasilnya, para santri berhasil membuktikan pencapaiannya. Mereka menjadi wisudawan terbaik di IPB, UGM, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini bisa terjadi karena santri dibekali dengan soft skill di pesantren yang memungkinkan mereka untuk menjadi tangguh dan bisa bangkit saat terjatuh.
Ia pun menyoroti peran Gus Dur yang memikirkan masa depan santri. Berdasarkan pernyataannya, sosok tersebut menyadari bahwa santri pun punya kesempatan untuk menjadi apa pun yang mereka inginkan.
“Ini kan sudah reformasi, siapa saja boleh menjadi apa saja di masa mendatang. Namun, yang terancam tidak mendapatkan apa-apa adalah para santri,” ungkapnya.
Pada tahun 2001, santri akhirnya diakui negara dengan mendapatkan ijazah yang mencantumkan nama pesantren tempat mereka menempuh pendidikan. Lebih lanjut, pada tahun 2004, banyak santri yang berhasil mengisi jabatan legislatif.
Perjuangan panjang mereka demi mendapat pengakuan mewujudkan diskusi untuk menetapkan Hari Santri. Diskusi itu menyepakati bahwa Hari Santri jatuh pada 22 Oktober 1945, karena merupakan momentum terjadinya Resolusi Jihad.
Melalui kegiatan halaqah ini, UIN Alauddin Makassar menegaskan perannya sebagai ruang intelektual yang aktif mendorong penguatan kebijakan pendidikan pesantren di tingkat nasional. Harapannya, pengakuan kelembagaan terhadap pesantren tidak hanya menjadi kebijakan administratif semata, tetapi membuka akses setara bagi santri untuk berkontribusi dalam seluruh lini kehidupan bangsa.
Penulis: Fina Efendi - Mahasiswa Volunteer Humas Prodi Ilmu Komunikasi
Alat AksesVisi