UIN Alauddin Online — Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya (UINSA) melakukan kunjungan benchmarking ke UIN Alauddin Makassar dalam rangka memperdalam kajian dan praktik penyelenggaraan Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan. Kunjungan ini disambut langsung oleh Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, Ph.D., bersama jajaran pimpinan universitas pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Dalam sambutannya, Prof. Hamdan mengapresiasi kunjungan sahabat lamanya, Rektor UINSA, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D., yang pernah sama-sama menimba ilmu di luar negeri. Ia menuturkan bahwa pengalaman UIN Alauddin dalam merintis Fakultas Kedokteran hingga mengoperasikan Rumah Sakit Pendidikan bisa menjadi bahan refleksi berharga bagi UINSA.
“UIN Alauddin membuka Fakultas Kedokteran lebih dulu, kemudian berjuang bertahun-tahun hingga rumah sakit bisa beroperasi. Karena itu saya menyampaikan pentingnya membangun konsorsium kedokteran PTKIN. Saya sudah sampaikan ke Dirjen Pendis, dan beliau sangat mendukung ide tersebut,” ujar Prof. Hamdan.
Sementara itu, Rektor UINSA Prof. Muzakki menyampaikan rasa hormat dan terima kasih atas penerimaan hangat UIN Alauddin Makassar.
“Atas nama UINSA, saya menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya karena sudah berkenan menerima kami untuk belajar. Mohon izin, kami agar diberi ilmu, pengalaman, untuk meng-handle Fakultas Kedokteran dan sekaligus proses pendirian RS UIN Alauddin,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kehadiran timnya di Makassar adalah untuk belajar langsung dari pengalaman UIN Alauddin, terutama dalam hal pembangunan rumah sakit dari nol.
“Kalau di Jakarta, rumah sakitnya memang sudah diberikan. Tapi di sini (UIN Alauddin) membangun dari nol. Itulah mengapa kami hadir, karena belajar dari orang yang berjuang lebih dulu itu jauh lebih bermanfaat daripada belajar dari orang yang tiba-tiba diberi warisan,” jelasnya.
Prof. Muzakki juga menyoroti tantangan pendanaan di PTKIN yang tidak memiliki sumber dari uang pangkal maupun SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi). Menurutnya, kondisi ini sangat berbeda dengan perguruan tinggi lain, khususnya swasta, yang bisa mengandalkan dana pengembangan dari mahasiswa.
“Ketika UINSA membuka Fakultas Kedokteran, mahasiswa kami hanya membayar UKT Rp3.770.000 per semester, tanpa uang pangkal, tanpa SPI. Bandingkan dengan 11 kampus kedokteran di Surabaya, baik negeri maupun swasta, yang semuanya punya mekanisme lain. Ini tantangan berat bagi PTKIN. Karena itu, usulan Prof. Hamdan untuk membuat konsorsium kedokteran PTKIN sangat penting. Bahkan saya menyebut pertemuan ini bisa menjadi ‘Deklarasi Makassar’ untuk memperjuangkan hal tersebut,” tegas Prof. Muzakki.
Ia berharap hasil pertemuan ini dapat dirumuskan dalam bentuk risalah resmi yang kemudian bisa diajukan ke Kementerian Agama dan Dirjen Pendis sebagai dasar memperjuangkan pembentukan konsorsium Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit PTKIN.