UIN Aalauddin Online – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HPMS) Ilmu Politik menggelar seminar nasional yang berfokus pada isu swasembada pangan, baik di tingkat nasional maupun lokal pada 25, September 2025. Seminar yang mengusung tema "Swasembada Pangan Menuju Kedaulatan Ekonomi Indonesia" ini menghadirkan Brahamani Hanum Meutasari, M.IP., dari Wiki Pangan Sulawesi Selatan sebagai narasumber utama.
Mengapa Pangan Lokal Dipinggirkan? Dalam pemaparannya yang berjudul "Sistem Pengelola Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim,"
Hanum, sapaan akrab narasumber, menyoroti adanya kontradiksi dalam kebijakan pangan pemerintah. Wiki Pangan sendiri merupakan organisasi yang diinisiasi oleh Ikraf Sifor Indonesia untuk mengampanyekan pangan lokal.
Hanum menyampaikan bahwa ketika berbicara tentang pangan di Sulawesi Selatan, perhatian selalu tertuju pada beras, padahal Sulawesi Selatan memiliki beragam pangan lokal yang luar biasa. Ia mengungkapkan kekecewaannya karena pangan lokal selalu dianggap sebagai alternatif, tidak pernah disetarakan dengan komoditas utama seperti beras.
Lebih lanjut, Hanum menggarisbawahi adanya dilema kebijakan yang ada saat ini.
"Ada kontradiksi fundamental dalam kebijakan pangan, di satu sisi kita mendorong kedaulatan pangan, tapi di sisi lain dalam kebijakan pemerintah kita merujuk pada keberagaman pangan, nah dari keberagaman itu kemudian menganaktirikan pangan lokal," tegasnya.
Pangan lokal adalah salah satu senjata yang dimiliki Indonesia sebagai wujud keberagaman.
Isu perubahan iklim juga menjadi fokus bahasan. Hanum menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian, Generasi Z menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap keadilan sosial dan perubahan iklim. Ia menyebutkan bahwa pangan lokal dapat menjadi benteng untuk menahan laju kerusakan dan krisis kelaparan dunia, yang jika tidak diatasi bisa mengacaukan Indonesia
Narasumber yang aktif mengampanyekan pangan Indonesia ini juga menyinggung perdebatan mengenai penyebab perubahan iklim, baik akibat ledakan populasi maupun dampak dari 57 perusahaan besar dunia. Ia mengingatkan bahwa efek dari perubahan iklim ini sangat dirasakan oleh para petani, yang pada akhirnya menurunkan produksi pertanian nasional.
Mengakhiri materinya, Hanum berharap agar ketahanan pangan, terutama pangan lokal, dapat terjaga di tengah gempuran komoditas lain seperti gandum. Ia mengajak audiens untuk mengubah pola konsumsi.
Secara tidak langsung, Hanum berharap agar masyarakat, khususnya mahasiswa yang banyak menggemari mi instan, lebih memilih pangan lokal. Ia menyampaikan pesan pribadi di akhir sesi,
"Jadi saya berharap kalau kita punya uang jajan lebih, cobalah pergi makan coto dengan ketupat atau nasi sayur," ujarnya.
Seminar ini diharapkan mampu membuka mata publik dan pemangku kepentingan mengenai urgensi memuliakan pangan lokal sebagai kunci menuju kedaulatan ekonomi dan ketahanan iklim Indonesia.
Penulis: Nurinsani - Mahsiswa Magang Prodi KPI