Gambar Pusat Studi Gender dan Anak UIN Alauddin Gelar Seminar Pesantren Ramah Anak

Pusat Studi Gender dan Anak UIN Alauddin Gelar Seminar Pesantren Ramah Anak

UIN Online - Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Lembaga  Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UIN Alauddin Makassar, menggelar Seminar Parenting Pesantren Ramah Anak dengan tema “Revitalisasi Peran Ganda Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Pengasuhan Anak”, Sabtu (10/04/2021), di Hotel Best Western Makassar.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan 60 ustaz/ustazah, pengajar, pengasuh dan pimpinan Pondok Pesantren dari Kota Makassar dan Kabupaten Gowa.

Seminar ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris LP2M Hasbi Ibrahim M Kes, Mewakili Ketua LP2M.

Hasbi Ibrahim menyampaikan harapannya agar perwakilan dari pesantren yang hadir dalam seminar ini dapat mengimplementasikan pesantren ramah anak.

Hadir sebagai narasumber Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Prof Muhammad Jufri, Trainer Parenting Skill Provinsi Sulawesi Selatan yang juga Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan, Pengendalian Penduduk dan KB Provinsi Sulawesi Selatan, Nur Anti ST MT dan Kepala Sub Bidang Fasilitasi Partisipasi Organisasi Keagamaan pada Asdep Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan, Deputi  Bidang Masyarakat Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Drs H Dodi Mohammad Hidayat.

Prof Jufri mengawali paparannya mengenai tri pusat pendidikan anak, salah satunya adalah sekolah atau pesantren.

Prof Jufri menekankan kepada para peserta agar senantiasa mengetahui gaya belajar peserta didik khususnya di pesantren, sehingga dapat menyesuaikan metode dalam pengajaran.

“Pesantren memiliki kiprah yang sangat penting dalam membentuk nilai – nilai integritas bagi santri” pungkas Guru Besar Psikologi Universitas Negeri Makassar itu.

Sementara itu, Nur Anti menyampaikan, saat ini pesantren merupakan lembaga pendidikan yang banyak diminati masyarakat.

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 mengenai Pendidikan Agama dan Pendidikan keagamaan dimana kebijakan ini mengukuhkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, mengembangkan akhlak mulia, dan membekali peserta didik (santri) dengan ilmu agama serta keahlian yang berguna untuk kehidupannya di masyarakat.

Anti menyebut, pesantren yang berjumlah sekitar 28.194 yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan tonggak dirumuskannya Pesantren Ramah Anak, nantinya menjadi lembaga pendidikan yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak – hak anak dalam setiap aspek kehidupan.

“Hal itu harus dilakukan secara terencana dan bertanggungjawab untuk mewujudkan pesantren yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki, termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus” jelasnya.

Senada dengan itu, Drs H Dodi Mohammad Hidayat mengungkapkan, pesantren ramah anak merupakan upaya pemerintah dalam perlindungan anak dari kekerasan di Pesantren dibawah naungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementrian Agama.

Dodi melanjutkan, hal itu tidak hanya untuk perlindungan anak dari kekerasan di Pesantren namun juga membuat santrinya nyaman di Pesantren.

“Akan dibuat sebuah kebijakan pedoman pesantren ramah anak yang diakomodir oleh Kementrian Agama bekerjasama dengan KPPPA dan nantinya akan menjadi pedoman bagi pesantren ramah anak di seluruh Indonesia” terang Dodi yang hadir secara daring via zoom cloud meeting.

Seminar tersebut dilaksanakan dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes). Ditutup oleh Kepala Pusat Gender LP2M UIN Alauddin Makassar, Dr Rosmini M Th I. Ia menyampaikan harapan besar agar pesantren – pesantren dapat menjadi tempat yang ramah anak karena pesantren bukan hanya lembaga pendidikan namun juga lembaga pengasuhan.

“Semoga PGSA dapat terjun ke lapangan untuk mengunjungi pesantren – pesantren khususnya yang ada di Kota Makasar dan Kabupaten Gowa di masa yang akan datang” tutup Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar tersebut.

Previous Post Tingkatkan Mutu Pelayanan, Pimpinan FSH Gelar Rapat Koordinasi
Next Post Prodi SPI UIN Alauddin dan Penerbit Rajagrafindo Bahas Peningkatan Aksesibilitas materi sejarah