UIN Alauddin Online – Indonesia menghadapi tantangan besar dalam ketahanan pangan, mulai dari minimnya stok hingga rendahnya keterampilan petani. Untuk mengatasi persoalan ini. Guru Besar Ilmu Politik dari UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Muhammad Saleh Tajuddin, M.A.(Hons), Ph.D., dalam seminar nasional bertema "Swasembada Pangan Menuju Kedaulatan Ekonomi Indonesia," memaparkan konsep Ketahanan Pangan Berbasis Nilai Profetik, yang mengadopsi strategi cerdas dari kisah Nabi Yusuf AS.
Menurut Prof. Saleh , kisah Nabi Yusuf tentang penafsiran mimpi raja Mesir sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Kisah itu bercerita tentang tujuh sapi gemuk yang dimakan tujuh sapi kurus, serta tujuh bulir gandum hijau yang diikuti tujuh bulir gandum kering. Nabi Yusuf menafsirkan mimpi tersebut sebagai pertanda Mesir akan mengalami tujuh tahun masa panen melimpah yang kemudian disusul oleh tujuh tahun krisis pangan berkepanjangan.
"Saya merasa Indonesia ini tidak jauh beda dengan krisis pangan yang dihadapi Mesir pada masa itu," jelas Prof. Saleh.
Ia menambahkan, Indonesia sering kali memiliki musim panen melimpah, namun tidak didukung oleh sistem penyimpanan dan distribusi yang kuat, membuat kita rentan saat terjadi kemarau panjang atau gangguan pasokan global.
Guru besar itu menjelaskan bahwa dalam Surah Yusuf ayat 47, Allah SWT memberikan panduan tentang pengelolaan pangan. Nabi Yusuf menyarankan untuk menanam dengan bersungguh-sungguh selama tujuh tahun dan menyimpan sebagian besar hasilnya di tempat aman.
Dari kisah ini, Prof. Saleh menggarisbawahi empat prinsip penting: misi jangka panjang, pembangunan infrastruktur pangan (gudang), pengelolaan produksi dan konsumsi, serta kepemimpinan yang amanah dan cerdas.
"Jika kita tidak menyediakan gudang pangan dan mendorong pola konsumsi yang baik, maka kita akan selalu rapuh," tegasnya.
Merujuk pada prinsip Nabi Yusuf yang mengajarkan pentingnya gudang sebagai tempat untuk menjaga stok pangan. Dengan menerapkan strategi ini, ia meyakini Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang kuat.
Ia juga menyoroti bahwa harga pangan yang melonjak akibat krisis iklim atau gangguan pasokan global paling berdampak pada masyarakat menengah ke bawah.
Di akhir pemaparannya, Prof. Saleh memberikan dorongan optimisme terkait kondisi swasembada yang akan datang.
"Jika semua dipertahankan dan diperkuat, maka infrastruktur, teknologi, distribusi, dan peningkatan sumber daya manusia, maka target swasembada cepat tercapai dalam waktu yang relatif singkat," ujarnya.
Ia mengakhiri pesannya dengan nasihat bijak. “Belajarlah dari Nabi Yusuf, dari ladang ke lubuk, serta iman dan integritas—kita ciptakan swasembada pangan yang kuat, adil, dan berdaulat,” pesannya.
Penulis: Nurinsani - Mahasiswa Magang Prodi KPI