Gambar Indonesia Dinilai Paling Berkapasitas Menjadi Mediator Perdamaian Palestina–Israel

Indonesia Dinilai Paling Berkapasitas Menjadi Mediator Perdamaian Palestina–Israel

UIN Alauddin Online - Profesor Antropologi dari Boston University, Prof. Robert W. Hefner, menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling memiliki kapasitas, tradisi, dan sumber daya moral untuk memainkan peran kunci dalam upaya perdamaian Palestina–Israel. Hal itu ia sampaikan dalam Seminar Internasional bertajuk “Towards a Two-State Solution: Peran Kunci Presiden Prabowo Subianto dalam Mewujudkan Perdamaian di Gaza” yang digelar di Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar, Senin (17 November 2025).

Dalam pemaparannya, Prof. Hefner menekankan bahwa Indonesia memiliki modal historis dan kultural yang tidak dimiliki negara lain. Ia menyebut Indonesia sebagai “satu-satunya negara yang mempunyai kapasitas, kemampuan, keinginan, tradisi, dan ikatan internasional untuk memegang peran krusial dalam proses perdamaian.”

Profesor yang telah meneliti pendidikan Islam selama tiga dekade di berbagai negara tersebut juga menyatakan bahwa Indonesia berada pada posisi teratas dalam pengelolaan perguruan tinggi Islam.

“Selama 30 tahun saya meneliti pendidikan Islam di beberapa negara, dan tentu saja nomor satu adalah Indonesia,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa perguruan tinggi berbasis agama di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia berdasarkan pengalaman penelitiannya.

Menurutnya, kemajuan tersebut lahir dari warisan sejarah serta peran organisasi-organisasi keagamaan yang aktif memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan kemajuan bangsa. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, katanya, telah menciptakan atmosfer intelektual dan moral yang menjadi fondasi jiwa nasionalisme Indonesia.

Prof. Hefner juga mengapresiasi peran Kementerian Agama dalam membangun pondasi moral bangsa. Ia menilai keberadaan kementerian ini sejak awal berdirinya Indonesia telah menciptakan lingkungan yang mendukung pembangunan nasional yang tidak hanya material, melainkan juga spiritual.

Ia menjelaskan bahwa perpaduan antara nilai keagamaan dan nilai kebangsaan menjadikan Indonesia berbeda dari negara lain. Indonesia dinilai sebagai negara yang agamis namun tetap inklusif dan toleran, sehingga warga non-Muslim tetap memiliki ruang untuk berperan secara aktif.

Menyoroti konflik Palestina–Israel, Prof. Hefner menyebut Indonesia sebagai negara yang paling mungkin mengambil peran sebagai mediator. Ia menepis anggapan bahwa keberpihakan Indonesia pada Palestina dapat mengurangi objektivitas.

“Ketika Indonesia mendukung Palestina, itu bukan berarti Israel harus dihancurkan,” tegasnya. Ia menilai bahwa dukungan tersebut justru mencerminkan sikap moral Indonesia yang ingin mewujudkan keadilan dan perdamaian.

Menurutnya, keunikan sejarah dan komitmen moral Indonesia menjadikannya pihak yang paling berpotensi menjadi perantara dalam proses perdamaian dua negara tersebut. Namun ia menekankan bahwa peran itu memerlukan tiga syarat utama: kepemimpinan yang baik, cerdas, dan bermoral.

Pemaparan Prof. Hefner memberikan perspektif baru mengenai posisi strategis Indonesia dalam diplomasi global, khususnya di kawasan Timur Tengah. Ia menyimpulkan bahwa kombinasi antara kekuatan moral, tradisi keagamaan inklusif, dan kapasitas kelembagaan menjadikan Indonesia negara yang layak memimpin upaya perdamaian internasional.

Penulis: Shelah - Mahasiswa Volunteer

Previous Post UIN Alauddin Siapkan Mahasiswa Baru KIP Kuliah Lewat Program Matrikulasi
Next Post Membuka Seminar Internasional di UIN, Menag Tegaskan Peran Sentral Indonesia untuk Gaza