UIN Alauddin Online - Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. H. Dr. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D., menyampaikan kisah inspiratif yang menggugah tawa, haru, sekaligus perenungan mendalam tentang kekuatan narasi dalam menghadapi kenyataan hidup. Kisah tersebut disampaikan dalam acara Dies Natalis ke-60 UIN Alauddin Makassar yang digelar di Gedung Auditorium, Kampus II, pada Selasa, 11 November 2025.
Kisah pertama yang beliau bawakan menceritakan sepucuk surat dari seorang mahasiswi kepada ayahnya di kampung. Surat itu diawali dengan rangkaian kejadian dramatis—jatuh dari lantai empat, patah tulang belakang, tinggal bersama pemuda yang terinfeksi virus, hingga kehamilan—semata-mata untuk menyiapkan hati sang ayah menerima kenyataan bahwa sang anak tidak lulus satu pun mata kuliah di kampus.
“Begini, Ayah, saya sebenarnya tidak jatuh, tidak patah tulang, tidak tinggal bersama siapa pun, dan saya juga tidak hamil. Saya hanya ingin Ayah tahu, saya tidak lulus satu mata kuliah pun,” tutur Rektor saat menutup cerita pertama.
Cerita ini menggambarkan bagaimana sang mahasiswi dengan cerdas membangun narasi dramatis agar ayahnya dapat melihat kenyataan dengan hati yang lebih lapang. Alih-alih marah, sang ayah justru bersyukur dan mampu memandang kegagalan anaknya dengan penuh penerimaan.
Prof. Hamdan kemudian melanjutkan dengan kisah lain, tentang sepucuk surat dari sekolah Thomas Alva Edison, yang saat kecil dinyatakan mengalami keterbelakangan mental dan tidak layak melanjutkan pendidikan. Namun, sang ibu membacakan versi berbeda dari surat tersebut:
“Anak Ibu adalah seorang jenius. Sekolah ini terlalu kecil untuknya. Silakan ajari dia sendiri di rumah,” ungkap sang rektor saat membacakan kisah inspiratif ini.
Bertahun-tahun kemudian, setelah ibunya wafat, Edison menemukan surat asli itu dan menyadari bahwa ibunya telah mengubah takdirnya dengan sebuah kebohongan penuh cinta. Dalam jurnal pribadinya, Edison menulis bahwa kebohongan ibunya itulah yang menjadikannya seorang jenius—karena sang ibu telah menanamkan perspektif positif tentang dirinya sejak kecil.
Menutup pidato, Prof. Hamdan menampilkan sebuah kompas di hadapan seluruh hadirin. Ia menjelaskan makna simbolis dari alat tersebut:
“Kompas tidak tertarik pada masa lalu, tidak peduli pada badai yang telah berlalu, atau awan tebal yang pernah menghalangi. Kompas hanya tertarik menunjuk arah. Dan arah kita adalah ke depan—menuju masa depan, menuju peradaban global,” tegasnya.
Dengan semangat itu, UIN Alauddin Makassar di usia ke-60 berkomitmen untuk terus menjadi kampus unggulan bertaraf internasional, menumbuhkan perspektif positif, serta berperan aktif dalam pengembangan ilmu, peradaban, dan kontribusi global.
Penulis: Fina Efendi - Mahasiswa Volunteer Prodi Ilmu Komunikasi
Alat AksesVisi