UIN Online-Banyaknya perbedaan dan penganut ajaran yang ekstrim dari mazhab yang berbeda, memandang Indonesia bukan negara yang potensial untuk perkembangan agama Islam. Banyak kecemasan, bahwa masa depan Umat Islam di Indonesia mengkhawatirkan. Karena banyak aliran dan penyimpangan.
Hal itu dibantah oleh arguman, guru besar Sejarah sekaligus direktur PPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Azyumardi Azra MA, ketika membawakan kuliah umum di Pascasarjana (PPs) UIN Alauddin Makassar kampus I, Rabu (12/12/2012).
Memang ada kelompok-kelompok ekstrim yang menghawatirkan kelompok ekslusif. Tetapi menurutnya, kelompok-kelompok seperti itu dalam jangka panjang tidak akan berhasil mengubah watak dan karakter watak masyarakat Indonesia. Karena umumnya manusia Indonesia toleran.
“Pada dasarnya toleran, punya sikap akomodatif dan kompromi. Itu pada dasarnya,”kata Master Filosofi Colombia ini.
Ia menambahkan, mestinya masyarakat Indonesia bersyukur, dibandingkan dengan Negara Arab, Negara-negara di sana ia nilai sangat memprihatinkan. Tidak memberikan tanda-tanda untuk kemajuan untuk perkembangan Negara muslim ke depan.
“Kalau mereka punya uang, mereka sama sekali tidak tertarik menyantuni Negara muslim yang muslim. Mereka justru menyimpan uangnya di City Bank. Yang ujang-ujangnya keuntungan dari bunganya untuk perbaikan gereja. Atau mereka bikin gedung yang paling tinggi di dunia yang sebenarnya dipertanyakan fungsinya. Justru yang lebih menjanjikan adalah Indonesia,”pungkasnya.
“Jangan pesimis melihat muslim di Indonesia. Muslim di Indoneisa mebih menjanjikan,”tambahnya lagi.
Ia menjelaskan bahwa Islam bertebaran di mana-mana. Contohnya, banyaknya kampus Islam, pegawai-pegawai Citi Bank luar negeri yang memakai jilbab, kedokteran Jakarta saja 50 % dari pesantren, ribuan masjid dan musholah di banding Negara Arab yang mustahil punya musholah dalam gedungnya, organisasi muslim, dan yang lebih potensial lagi, masyarakat Indonesia pada umumnya senang memberi, dan senang bersilaturahmi.
“Sebenarnya kita tidak menyadari sesuatu yang sebenarnya sangat berarti. Jangan menjadikan agama jadi sempit. Justru agama makin bermakna jika dikontekstualisasikan dengan local wisdom.“