Gambar Muh. Saleh Tajuddin Meraih Doktor Karena Keras Kepala

Muh. Saleh Tajuddin Meraih Doktor Karena Keras Kepala

UIN Online - Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Dr H A Qassing HT Ms selaku Ketua Sidang Promosi doktor Muhammad Saleh Tajuddin mengukuhkan sebagai doktor dalam bidang Dirasah Islamiyah seteleh mempertahankan disertasi yang berjudul “Konsep Negara dan Civil Sosiety dalam Pandangan Thomas Bobbes dan Muhammad Iqbal: Studi Analisis Perbandingan Pemikiran Politik” bertempat di Gedung PPS UIN Alauddin Makassar pada hari Selasa, 8 Januari 2013.
Saleh Tajuddin meraih doktor dalam bidang Ilmu Pemikiran Islam setelah mengikuti perkuliahan selama 4 tahun 4 bulan dan 7 hari dengan IPK 94,25 (Amat Baik), dan tim penguji menilai bahwa Saleh Tajuddin meraih doktor karena keras kepala, Ia dianggap keras kepala karena dengan kegigihannya mempertahankan disertasinya dengan menggunakan penelitian library bukan penelitian lapangan sebagaimana harapan salah seorang tim promotor. Adapun yang menjadi tim penguji adalah Prof Dr H Samiang Katu MAg, Prof Dr Darussalam Syamsuddin MAg, Dr. H. Barsihannor MAg, Prof Dr H Moh. Qasim Mathar MA, Prof Dr H Moh. Natsir Mahmud MA, Prof Hamdan Johannes MA PhD dan pengujui eksternal adalah Prof Dr H M Tahir Kasnawi.
Dosen Fak. Usuhuluddin dan Filsafat ini dalam penelitiannya menyatakan bahwa Hobbes dan Iqbal memiliki kesamaan pandangan bahwa agama itu bisa diinterpretasikan atau sejalan dengan pemikiran manusia. Hobbes lebih banayak meneritik aspek keagamaan yang ia pelajari dari sejarah bahwa agama sejati adalah agama yang tidak diintervensi oleh kekuasaan dan agama yang diterima oleh akal. Basis pemikiran Hobbes bersifat liberal, sedangkan dasar pemikiran keagamaan Iqbal dilandasi oleh iman yang selanjutnya direfleksikan dalam bentuk pemikiran nasional. Baik Hobbes maupun Iqbal mengawali civil societynya dengan pembahasan komprehensif tentang manusia, diawali dengan konsep diri, individu dan masyarakat. Hobbes melihat bahwa maanusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, dan kasar, sebab ia memandang manusia sebagai naluri kebinatangan yang digerakkan oleh nafsunya sekaligus sebagai sumber pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman manausia. Sementara itu, Iqbal mengakui intuisi  sebagai sumber pengetahuan tertinggi manusia. Melalui pembahasan diri, Iqbal mengakui ego manusia sebagai watak esensi manusia sebagaimana halnya ruh dalam pandangan Islam adalah memimpin karena ia bergerak dari amr (perintah) Ilahi. Artinya realitas eksistensial manausia terletak dalam sikap keterpimpinan egonya dari yang ilahi melalui pertimbangan-pertimbangan, kehendak-kehendak, tujuan-tujuan dan aspirasinya.

Previous Post Riset Peternakan Sapi di Bulukumba, WR III UIN Alauddin Makassar dan Tim Dapat Dana Hibah Rp 5 M
Next Post Dua Tim Dosen UIN Alauddin Makassar Lolos Pendanaan Riset, Dapat Rp10 M