UIN Alauddin Online - Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar, Dr Muhammad Abd Rauf Lc M Ag menyelesaikan kuliah S1 hingga Doktornya di Al Azhar, Mesir. Anak kelima dari 11 bersaudara ini lahir di Desa Kampiri Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo pada 18 agustus 1973.
Tamatan As'adiyah Sengkang dari Tsanawiyah hingga Aliyah ini melanjutkan pendidikannya pada 1991 hingga 2007 di Al Azhar. Untuk jenjang S1, ia menjalaninya hingga 1994 dengan mengambil jurusan Syariah.
Dilanjutkan pada 1995 hingga 2001 dengan jurusan Ushul Fiqh. Setelah menunaikan S2, ia pulang ke Indonesia menikah dan kembali ke Mesir membawa sang istri. Pada 2003, ia bertolak lagi ke Indonesia untuk mendaftar dan lulus di IAIN Alauddin sebagai dosen di Fakultas Tarbiyah.
Tak berselang lama, putra dari Muhammad Amin dan Syamsudduha ini kembali ke Mesir melanjutkan studinya pada jenjang S3 Jurusan Ushul Fiqh dengan konsentrasi Maqashid Syariah pada 2004 sampe 2007.
"Saya di Mesir selama 16 tahun dan saya pikir itu hal yang unik karena tidak semua orang bisa jalani. Apakah itu sebuah kecerdasan, saya kira tidak semua, hanya salah satu unsur. Tapi saya berpegang pada ketekunan, sabar dan konsisten," katanya.
Perjalanan ayah tiga anak ini meraih doktor di Timur Tengah tidak serta merta berjalan mulus, namun rintangan yang silih berganti itu membuatnya malah semakin terpacu.
Secara ekonomi, dirinya sebenarnya pesimis dengan impiannya meraih doktor di Mesir. Di level pesantren contohnya, ia kadang kesulitan membayar biaya pondok lantaran penghasilan orang tua terbatas yang di sisi lain harus menghidupi 10 saudaranya.
"Paling kritis yang saya alami ketika beasiswa saya dicuri orang. Saya kan kuliah S1 ke Al Azhar dasarnya beasiswa. Cuma untuk kejadian itu saya diberi semangat oleh orang tua untuk tetap berangkat," tuturnya.
Saat itu ia sudah ingin berangkat namun malah mendapat berita yang tidak menyenangkan karena biayanya kecurian. Dengan pertimbangan panjang, kedua orang tua tetap menyuruhnya pergi meski menggunakan seluruh dana pensiun yang baru saja ayahnya terima.
Di Jakarta, Abd Rauf muda kembali harus berhadapan dengan tantangan yang dianggapnya cukup berat. Saat itu ia kesulitan mendapatkan pesawat lantaran berhadapan dengan Visit Indonesia Year alias musim kunjungan touris ke Indonesia pada 1991 yang membuat semua penerbangan penuh.
"Mau tidak mau saya harus tinggal di Jakarta selama sebulan tak menentu, dititip sama orang yang saya tidak kenal yang merupakan keluarga guru saya . Di sana setiap hari saya keluar bawa uang cash Rp 3 Juta," ucapnya.
"Sepatutnya saya pakai celana panjang setiap keluar, tapi saya pakai celana pendek untuk mengelabui orang supaya masih dikira anak-anak. Saya bawa uang itu tunai, karena saya berpikir begitu ada pesawat kosong, saya langsung bayar dan berangkat," katanya menerangkan.
Setelah masalah Jakarta dengan penerbangannya yang penuh atau Visit Indonesia Year bisa ia hadapi, biaya pensiun orang tua yang dibawanya ke Mesir rupanya hanya mampu menutupi uang tiket dan tiga bulan kehidupannya di sana.
Ketika biaya itu mulai menipis, ia sudah merasa gelisah lalu berinisiatif mengirim surat ke orang tua yang harus menunggu 40 hari untuk mendapatkan jawaban, dimulai pengiriman surat yang memakan waktu 20 hari, kemudian menunggu jawaban yang juga selama 20 hari.
"Dalam surat itu saya ceritakan kondisi objektif saya bahwa saya belum dapat beasiswa dan jawaban mereka sederhana, kalau memang tidak ada beasiswa dan kau mau pulang, pulang saja," ungkapnya meniru isi surat tersebut.
Jawaban itu cukup membuatnya bersedih. Ia dilanda kegundahan yang cukup mendalam, di satu sisi sudah tidak memiliki biaya hidup, dan sisi lainnya ia tidak ingin pulang karena sudah terlanjur sekolah.
"Tapi saat di posisi itu Tuhan menyelamatkan saya, ada orang yang berbuat baik membantu saya mencari beasiswa dan Alhamdulillah dapat. Beasiswa yang saya dapat ini selanjutnya bisa mengcover sampai S3," sebutnya.
Dari situ, ia mendapatkan hikmah yang sangat besar saat beasiswanya dicuri sebelum dirinya berangkat ke Mesir. Jika seandainya beasiswa pertama tersebut tidak kecurian, kemungkinan dirinya sudah pulang setelah menyelesaikan satu program.
Namun beasiswa yang diterima ia sadari memang tidak akan mencukupi. Ditambah lagi saat dirinya belum bekerja dan memberanikan diri membawa istri dan buah hati pertamanya hidup di Mesir.
"Nah yang paling menyedihkan juga setelah saya menikah pada 2001 pas selesai megister. Saya sadar sejak awal bahwa beasiswa yang saya dapat tidak cukup, jadi saya berjuang selama kurang dari dua tahun untuk bisa survive sama istri di Mesir sebelum akhirnya diterima jadi Dosen di IAIN Alauddin 2003," katanya.
"Pengalaman saya bahwa orang yang serius pasti ditolong Allah. Saya punya teori kesuksesan tiga pilar, sabar, tekun dan konsisten," ujarnya.
Adapun untuk posisi Dekan FSH periode 2023-2027, ia bersyukur diberi kesempatan untuk mengabdi kepada institusi ini. Dirinya berkomitmen untuk menjalani amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.