UIN Online- Menurut Prof. Qasim Mathar, nyaris mustahil seseorang untuk melakukan tasawuf lalu mencari lokasi yang sesunyi-sunyinya untuk berkhalwat, bersemedi. Misalnya di lereng gunung yang tinggi atau di tengah hutan belantara. Hal tersebut ia sampaikan ketika memberi pesan ilmiah seusai ujian promosi doktor, Dr Duriana di gedung Pascasarjana (PPs) UIN, Kampus I Alauddin, Selasa (04/12/2012).
“Karena begitu lokasi seperti itu Anda temukan, maka tidak begitu lama sesudahnya lokasi tersebut tidak akan sunyi lagi. Karena rombongan mahasiswa Mapala akan mendapati tempat itu. Tidak ada lagi tempat di dunia ini yang sunyi untuk tempat berkhalwat seperti para sufi dulu,”katanya.
Karena itu muncul konsep menjaga dan memelihara kesunyian di tengah hiruk pikuk manusia dan zaman menuut versinya. Konsep itulah yang dilakukan oleh pebisnis usaha temannya dengan membiarkan tikar sembahyang tetap tergelar di samping mejanya yang bagus.
Ketika ia dinilai alim oleh Prof. Qasim, lantaran tikar sholah temannya terbuka terus. Namun, teman Prof. Qasim mengelak jika bukan itu maksudnya. Melainkan kursi yang Prof. Qasim duduki saat itu, setiap hari dari pagi sampai petang silih berganti tamunya berganti duduk di kursi tersebut. Mulai dari pegawai biasa dengan sifat yang biasa sampai dengan segala sifat lainnya. Dengan berbagai macam kepentingan dan gaya.
Ketika terjebak pada situasi yang sulit dan dilematis akan mementahkan hati temannya ketika ia menoleh dan melihat tikar sembahyannya.
“Konsep bersunyi-sunyi di tengah hirup pikuk kehidupan sekarang tetap diperhatikan dengan tetap konsisten dengan semua kaidah yang telah sepakati. Dan hanya berkomitmen pada kebenaran,”tambah Prof Qasim.