Gambar MENAG membuka AICIS XVIII di PALU, ini harapannya

MENAG membuka AICIS XVIII di PALU, ini harapannya

UIN Online – Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin membuka secara resmi kegiatan The 18th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018. Sebanyak 1700 sarjana studi Islam dari seluruh dunia membicarakan adanya gap antara teks -teks Islam dengan praktek di lapangan. Untuk itu tema yang diusung pada pertemuan AICIS tahun ini adalah Islam in a Globalizing World: Text, Knowledge and Practice.

Keynote speaker dalam serangkaian sidang ini adalah Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan Dominik Müller Ph.D dari Max Planck Institute for Social Anthropology, Jerman, yang merupakan pakar antropologi agama yang penelitiannya berbasis di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pembicara asing lainnya adalah Prof. Dr. Hans Christian Gunther dari Albert Ludwig Universitat, Freiburg, Jerman, Dr. Hew Wai Weng dari University Kebangsaan Malaysia, dan Dr. Ken Miichi dari Waseda University, Jepang.

Dalam sambutannya Menag mengungkapkan, Saya ingin agar hasil diskusi yang dilakukan pada forum AICIS ini dapat memberikan manfaat bagi penguatan program-program dan pengembangan di linkungan Kementerian Agama.

Dalam konteks kementerian agama seperti yang diketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir sejumlah PTKIN mengalami penguatan-penguatan struktural yang cukup signifikan. STAIN menjadi IAIN, dan sejumlah IAIN bermetaformosis menjadi UIN, kata Menag Lukman Hakim.

Saya sering tegaskan kepada pimpinan kampus, bahwa transformasi kampus bukan hanya soal penambahan anggaran dan program studi semata. Melainkan melaksanakan hakikat dari perubahan itu sendiri, yakni hijrah ke arah yang lebih baik dari semua aspek, katanya di Hotel Mercure, Palu, (18/09/2018) pukul 10.00 WITA.

Menag melanjutkan, Saya berharap dalam keagamaan Indonesia, juga membincangkan kasus-kasus intoleransi, penodaan agama, persekusi, hingga kasus radikalisme dan terorisme membutuhkan respon yang tidak bersifat reaktif belaka, tetapi membutuhkan kajian dan penelitian empirik. Era keterbukaan global telah melahirkan tantangan di mana-mana tak terkecuali bagi Indonesia. Bergesernya kecenderungan keagamaan menjadi lebih korservatif dan kepentingan politik yang menunggangi adalah contoh dinamika masyarakat yang secara riil menciptakan masalah. Terhadap yang demikian itu kita wajib merespon dengan kearifan, tambahnya.

Salah satu kontribusi yang diinginkan dari akademisi islam adalah menularnya gagasan populisme. Kabar baiknya, sejauh ini dunia semakin menyadari bahwa Islam Washatiyah dan memiliki kekhasan tersendiri dalam merespon radikalisme dan konservatifisme berbasis agama. 

Saya juga berharap selama konferensi ini berlangsung, para narasumber dan peserta juga dapat bersama-sama meikirkan kontribusi apa yang dapat kita berikan untuk melahirkan kontribusi nyata yang dipersembahkan kepada dunia yang damai, tegas Menteri Agama disambut tepuk tangan meriah dari ribuan hadirin.

Previous Post Dosen Keperawatan Jadi Narasumber Podcast Kampanye Moderasi Beragama Melalui Digital dan Online Nad
Next Post Pimpinan FAH Beserta Jajarannya Hadiri Sidang Promosi Doktor Dosen Prodi Ilmu Perpustakaan