Gambar UKM  LIMA Washilah Telah Lahirkan Wartawan Profesional

UKM LIMA Washilah Telah Lahirkan Wartawan Profesional

UIN Online - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informatika Mahasiswa Alauddin (LIMA) telah lahirkan wartawan-wartawan yang professional di berbagai media. UKM yang dinaungi oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini telah ada sejak tahun 1985.
 
Menurut pendirinya, Waspada Santing mantan Redaktur Harian Fajar dan Laode Arumahi ketua Ombusman, dulu bentuknya masih stensilan dengan menggunakan kertas buram yang masih ditempel-tempel di dinding kampus. Kata Washilah diambil dari bahasa Arab yakni wasalah yang artinya jembatan, penyampai, atau pemberi informasi.
 
Kata lima juga berasal dari lima fakultas pada masa itu di UIN (dulu masih IAIN), lima rukun Islam. Namun, ada juga yang menduga bahwa kata Washilah itu merupakan bagian dari nama pembentuknya yakni, Waspada Santing, Hasanuddin (alm), Sabri AR, Laode Arumahi.
 
Secara resmi Washilah didirikan tahun 1988 kemudian disesuaikan dengan surat edaran Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Deppen RI no 057/1991 tentang pedoman penyelenggaraan dan penerbitan khusus dengan surat tanda terdaftar (STT). Maka diterbitkanlah Surat Keputusan (SK) Rektor IAIN Alauddin nomor 94/1992 tentang pengurus media mahasiswa yakni Washilah.
 
Sejak itu,Washilah mulai mengukir sejarahnya. Kemudian pada masa pengurusan Arum Spink yang menjabat sebagai Ketua KPU Bulukumba sekarang, pada tahun 1999 maka Washilah mengembangkan cabang divisinya menjadi dua bagian. Yakni Koran kampus yang terbit intens setiap bulan dan radio.
 
"Dulu, Washilah pernah mati suri ketika selesai menjabat Yusuf AR. Nah, setelah itu Arum Spink lah yang kembali menghidupkannya. Makanya Arum Spink pernah menjabat sebagai ketua umum di Washilah selama empat periode," kata Agus, ketua umum sekarang.
 
Washilah telah berkali-kali merasakan bagaimana ketika dicekal pemberitaannya, bagaimana ketika dana penerbitan tidak keluar, dan bagaimana ketika siaran radionya tertimpa oleh siaran radio lain di jalur yang sama.
 
"Jika di Universitas Negeri Makassar (UNM) punya Profesi dan di Universiats Hasanuddin (Unhas) ada Identitas. Keduanya dibiayai oleh birokrasi. Sebaliknya kita di UIN, anggaran Rp 7 juta per tahun tidak memungkinkan untuk menerbitkan koran kampus tiga kali setahun. Padahal idealnya pers kampus yang akan mengawal kebijakan kampus," papar Agus.
 
Dia juga menambahkan bahwa apa yang ditulis oleh Washilah, baik buruknya adalah wujud kecintaan Washilah buat almamaternya. Sekaligus sebagai awal pembelajaran bagaimana menjadikan seseorang bisa dibentuk menjadi wartawan kampus. Meski bukan media professional namun setidanya bisa berpikir professional.
 
Washilah telah banyak melahirkan wartawan handal di mana-mana. Mulai dari yang pernah menjabat sebagai redaktur Harian fajar, Redaktur Fajar TV, Redaktur Sindo Makassar sekarang ini, dan yang lainnya. Tahun lalu, Washilah membuat blog untuk mengantisipasi berita yang tidak mungkin tercetak.(*)

Previous Post Ketua LP2M UIN Alauddin Makassar Jadi Dewan Hakim di MTQ Nasional ke-30 di Samarinda
Next Post Prodi Perbankan Syariah UIN Alauddin Hadapi Standar Internasional dengan Kurikulum OBE