Gambar Rektor UIN: Guru Harus Seperti Malaikat

Rektor UIN: Guru Harus Seperti Malaikat

UIN Online - Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mengelar wisuda untuk guru S1 Madrasah Raudatul Atfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan program Dual Mode System (DMS).
    
Wisuda sarjana khusus dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Alauddin tersebut digelar di Gedung Auditorium Kampus II UIN, Samata, Gowa, Kamis (05/01/2012). Sebanyak 343 lulusan kualifikasi guru terbagi atas 200 lulusan MI/RA, 103 peserta DMS.
    
Rektor UIN Alauddin, Prof Dr Qadir Gassing HT MS menyampaikan ada tiga hal yang menjadi perhatian para guru tersebut, yakni sertifikasi, kompetensi, dan kerja sama. "Apakah Anda sudah merasa punya kompetensi seorang guru?" tanyanya.
    
Prof Qadir menekankan, dalam undang-undang ada 4 kompetensi yang mutlak dimiliki oleh guru. Pertama, kompetensi professional. Di dalam bidang ini guru dituntut tidak boleh setengah-setengah. "Jangan masuk  kelas jika belum menguasai hal ini," ujarnya.

Kedua, kompetensi pedagogik. Kembali Rektor menanyakan apakah mereka telah menguasai teori, teknik, atau cara mengajar yang baik. Namun, di sini hanaya sebagian yang menjawab iya.

"Anda sebetulnya lebih hebat dari dosen. Karena yang Anda hadapi anak kecil. Mereka menangis sambil mengeluarkan ingus. Dosen tidak mengurus hal seperti itu,"katanya.

Kompetensi ketiga, kepribadian. Seorang guru harus digugu dan ditiru. Jika khilaf sedikit akibatnya akan besar. guru seolah-olah dituntut seperti malaikat karena dia menjadi contoh buat murid-muridnya. Kompetensi keempat, sosial. Punya sifat sosial dimaksudkan, punya sifat empati, peduli, atau care.

"Setelah punya empat ompetensi tersebut maka ajukanlah sertifikasi. Tapi syaratnya yang lain harus S1. Tolong kalau pulang ke rumah pikirkan baik-baik bagaimana caranya bisa disertifikasi," tambahnya.

Di acara ini hadir  Kepala Bidang Mapenda Sulawesi Selatan (Sulsel), Dr H Darwis. Dalam sambutannya ia menekankan bahwa sebanyak kurang lebih 10 ribu yang guru MI/RA ditugaskan hanya 21 persen berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ini mempengaruhi guru di lapangan.

"Masalah lain yang dihadapai guru sekarang, yang non-PNS hanya dapat dana dari yayasan atau dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan keterbatasan saran prasarana. Masalah lainnnya, pendistribusian yang belum merata. Biasanya hanya menumpuk di kota-kota. Sementara desa-desa kekurangan guru," imbuhnya. (*)

Previous Post Pemerintah Akselerasi Sertifikasi Halal Produk Makanan-Minuman di 3.000 Desa Wisata
Next Post DWP Pascasarjana Adakan Diskusi Terbatas Tentang Perempuan dan Pendidikan