Gambar Pemikiran Harun Nasution Tentang Mistisisme dalam Islam

Pemikiran Harun Nasution Tentang Mistisisme dalam Islam

UIN Online - Promosi Doktor Drs Saude M Pd digelar di Kampus I gedung Program Pasca Sarjana (PPs) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kamis (22/04/2011) malam.

Pemikiran Harun Nasution tentang Mistisisme dalam Islam dijadikan menjadi judul disertasi Saude untuk memenuhi gelar doktornya dalam bidang pemikiran Islam.

Promosi ini dipromotori oleh Prof Dr H Ahmad Sewang MA guru besar dalam bidang Sejarah Peradaban Islam UIN, Prof Dr  H Moh Qassing Mattar guru besar dalam bidang Pemikiran Islam UIN, dan Prof Dr H Moh Natsir Mahmud MA guru besar dalam bidang Filsafat Islam Fakultas Tarbiah dan Keguruan (FTK) UIN.

Penguji eksternal, Prof Dedi Jubaidi M Ag guru besar dalam Ilmu Tasauf IAIN Ambon sekaligus Rektor IAIN Ambon, Prof Dr H Kamaluddin Abunawas M Ag  guru besar dalam bidang Bahasa Arab, Dr H Barsihan Noor doctor  dalam bidang Pemikiran Islam fakultas Adab dan Humaniora UIN, dan Prof Dr Qadir Gassing guru besar dalam bidang Peradilan Islam Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN.

Disertasi yang dibahas Saude M Pd  memuat pokok permasalahan bagaimana pemikiran dan posisi Harun Nasution dalam peta pemikiran mistisisme Islam di Indonesia. Kedua pokok  permasalahan ini dikaji dalam metode deskriptif melalui pendekatan historis.

Hasil penelitian menemukan bahwa menurut Harun Nasution, mistisisme muncul dalam Islam, karena adanya umat Islam yang belum merasa puas dalam melakukan ibadah kepada Allah. Apakah itu melalui ibadah salat, puasa, zakat, dan haji.

"Mereka ingin lebih dekat lagi kepada Allah, sehingga mereka menempuh jalan yang disebut tasawuf, yakni kesadaran atas adanya komunikasi antara ruh manusia dengan Allah melalui kontenplasi," kata Saude.

Menurut Harun Nasution, kata Saude, mistisisme dalam Islam memiliki keragaman aliran, dan masing-masing aliran memiliki stasion puncak dalam perjalanan spiritualnya. Untuk mencapai puncak spiritual tersebut, masing-masing aliran memiliki sejumlah al-maqamat (stations) yang harus dilali dan setiap al-maqamat memiliki al-ahwal yang berbeda-beda pula.

Lebih lanjut, subtansi dari ajaran tasawuf adalah perpaduan antara iman, ibadah, amal sholeh dan ahlak mulia, melahirkan manusia takwa, tawakkal, iklas, taubat, syukur, harapa, sabar, khauf, dan uzlah. Seluruh elemen tersebut harus menyatu. Iman harus direflesikan dalam bentuk ibadah, dan ibadah yang benar adalah yang membawa dampak positif dalam bentuk amal sholeh dan akhlak mulia. Perpaduan elemen-elemen tersebut melahirkan peradaban Islam.

Dua Segi Posisi Harun Nasution dalam peta pemikiran mistisisme Islam di Indonesia dapat dilihat dari dua segi, yakni corak mistisisme yang dipratekkan serta peranannya dalam perkembangan mistisisme di Indonesia.

Corak mistisisime yang diperattekkan oleh Harun Nasution adalah neo-sufisme. Neo-sufisme merupakan pengembangan dari tasauf akhlaki, yang member perhatian kepada rekonstruksi masyarakat dengan membumikan nilai-nilai syariat (Islam) dalam kehidupan social masyarakat. Harun Nasution menginginkan terciptanya individu dan masyarakat yang memiliki keperibadian sufi, yaitu pribadi yang memiliki akhlak terpuji (akhlak al-karimah) dan member manfaat pada lingkungan skitarnya.

Harun Nasution memiliki peranan penting dalam perkembangan mistisisme di Indonesia antara lain : pertama, dia telah memetakan berbagai alitran mistisisme dalam Islam dari berbagai jaman dan corak, yang disajikan secara objektif dan ilmiah. Karyanya merupakan sumbangan besar bagi dunia akademik khususnya di bidang mistisisme dalam Islam.

Kedua, dialah yang pertama kali memasukkan tasauf sebagai salah satu mata kuliah di Perguruan Tinggi Islam bahkan dia sendiri yang menyusun silabinya.

Implikasi penelitian dari disertasi ini adalah sifat tasauf yang bersifat noe-sufisme, tidak hanya sekedar persoalan iman semata, tetapi lebih jauh dari itu ajaran-ajarannya berimplikasi pada rekonstruksi masyarakat dengan membumikan nilai-nilai syariat dalam kehidupan masyarakat.

Saude berhasil lulus setelah menempuh pendidikan selama enam tahun, enam bulan, dan 21 hari. Lulus dengan predikat amat baik dengan Indeks Prestasi Akumulatif (IPK) 88, 37/ 3,5/A- sebagai doktor yang ke-84 UIN Alauddin. (*)
Previous Post LP2M UIN Alauddin Makassar Sukses Dukung Program Prioritas Sulsel Melalui Pengabdian Masyarakat
Next Post GenBI Sukses Gelar The Article Writing Competition Batch 2