Gambar Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Alauddin Selamatkan Ekosistem dengan Konservasi Penyu di Pinrang

Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Alauddin Selamatkan Ekosistem dengan Konservasi Penyu di Pinrang


UIN Alauddin Online - Program Studi (Prodi) Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Alauddin Makassar menggelar program SEA (Selamatkan Ekosistem Alam) dengan mengusung tema “Konservasi Penyu”.

Kegiatan konservasi ini berlangsung selama dua hari di Pantai Lowita, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang didampingi langsung oleh Sofyan Ramli S Pd M Pd sebagai salah satu dosen Pendidikan Biologi.

Program SEA ini juga merupakan kegiatan kolaboratif yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Biologi Angkatan 2020 dengan Komunitas Putra Lima Pesisir yang telah menjalankan pelestarian penyu sejak 2019 sampai sekarang.

Penyu sebagai salah satu spesies yang telah ada sejak zaman purba dikenal karena memiliki tempurung yang sangat indah saat ini telah terancam punah. Hal tersebut terjadi karena eksploitasi penyu untuk dijadikan sebagai aksesoris seperti gelang, kalung, cincin atau bahkan pajangan dinding.

Selain itu, banyak masyarakat yang menjadikan penyu dan telur penyu sebagai makanan yang mitosnya dipercaya dapat meningkatkan kevitalan. Karena keprihatinan pemuda dan masyarakat di sekitar Pantai Lowita terhadap perburuan penyu dan telurnya, terdapat lima orang pemuda yang berinisiasi untuk mendirikan sebuah komunitas dengan tujuan untuk melestarikan dan menjaga kelestarian penyu, komunitas inilah yang dikenal dengan “Lima Putra Pesisir”.

Kegiatan ini dimulai dengan pembukaan oleh Renal, selaku salah satu dari lima orang yang mendirikan komunitas ini. Setelah itu, Renal memberikan informasi bahwasanya penyu yang sering terlihat di pantai Lowita adalah penyu Lekang, Penyu Sisik dan Penyu Hijau.

Penyu Lekang merupakan spesies yang paling sering ditemui bertelur di pinggir pantai Lowita, sedangkan Penyu Sisik ini sudah lumayan jarang terlihat bertelur pinggir Pantai, dimana sejak bulan Maret sampai bulan Juli penyu Sisik hanya dua kali terlihat bertelur di pinggir pantai.

Adapun spesies penyu hijau tidak ditemukan bertelur lagi di sekitar pantai Lowita sejak 2 tahun lalu, tetapi jika kita melakukan penyelaman ke laut maka masih dapat melihat penyu hijau ini. Alasan penyu hijau tidak pernah lagi bertelur di pantai Lowita kemungkinan disebabkan oleh tumpukan sampah yang berasal dari laut dan sampah dari masyarakat sekitar, penyebab lainnya adalah kerusakan lingkungan yang berujung pada pemanasan global.

Kegiatan rutin yang dilakukan setiap malam adalah patroli pantai dengan tujuan mencari penyu yang bertelur di sekitar pantai, hal ini dilakukan agar telur penyu tersebut dapat diamankan dan ditetaskan dengan aman agar tidak terganggu oleh predator maupun manusia. Setelah telur menetas, Tukik ini akan dilepaskan kembali ke pantai saat pagi hari ataupun sore hari.

“Tukik yang dilepaskan oleh adik-adik sekalian nantinya akan mengalami perjuangan yang sangat berat, dimana akan melawan ganasnya lautan dan berbagai rintangan, dan apabila Tukik ini berhasil melalui semua cobaan tersebut maka sekitar 30 tahun kemudian Tukik yang adik-adik lepaskan akan kembali menjadi seekor Penyu yang membawa harapan baru bagi kelestarian Penyu di bumi," ucap Renal menjelaskan.

Selain itu, Renal juga memberikan apresiasi yang sangat besar kepada rombongan mahasiswa Pendidikan Biologi Angkatan 2020.

“Meskipun peluang dari Tukik dapat kembali menjadi Penyu dewasa untuk bertelur hanya berkisar 1 ekor dari 1000 ekor, tetapi adik-adik sekalian telah membantu meningkatkan peluang tersebut, Tukik-tukik yang adik-adik sekalian lepas semoga dapat melewati kejamnya lautan, dan kalau bisa kita kembali reuni lagi di pantai Lowita ini 30 tahun mendatang bersama anak-anak kita juga,” harapnya.

Previous Post Tim WUR UIN Alauddin Gandeng UB Dampingi 150 Dosen dan Mahasiwa Publikasi Artikel Scopus
Next Post Silaturahmi Sivitas Akademika UIN Alauddin ke Rumah Sakit Kampus : Layanan Kesehatan Terpadu Dimulai