Gambar Dosen UIN AM Bahas Sensitivitas Gender dan Rekontekstualisasi Hukum Islam Dalam Putusan di AICIS

Dosen UIN AM Bahas Sensitivitas Gender dan Rekontekstualisasi Hukum Islam Dalam Putusan di AICIS

UIN Alauddin Online - Dosen UIN Alauddin Makassar, Dr Asni M Hi itu menjadi panelis pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke 22 di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dia membahas hasil penelitiannha bertajuk Perempuan Menilai Perempuan: Sensitivitas Gender dan Rekontekstualisasi Hukum Islam Dalam Putusan.

Dr Asni mengungkapkan, alasan melakukan penelitian tersebut karena melihat angka perceraian gugat di Sulawesi Selatan itu meningkat menjadi 70 persen.

"Kenapa kemudian mengangkat tema ini melihat akhir akhir ini data perceraian di Sulawesi Selatan itu 70 persen kasus perceraian," kata Asni salam menteri nya, Rabu (3/5/2023).

Sehingga, kata Dia menimbulkan penasaran kenapa banyak perempuan menggugat cerai, apakah perempuan tidak bahagia dalam pernikahan.

Dia juga menjelaskan, pada penelitian kali ini fokus pada hakim perempuan, bagaimana sensitif gendernya merespon kasus gugat cerai.

"Saya fokus pada hakim perempuan, kenapa karena perempuan lebih sensitif gender, hakim itu lebih mempertimbangkan pengalaman perempuan," ujarnya.

Dari hasil penelitiannya, Dosen pada Fakultas Syariah dan Hukum ini, menemukan faktor terbanyak yang menjadi latar belakang menggugat cerai adalah masalah ekonomi.

"Yang menjadi faktor adalah masalah ekonomi, banyak kasus laki laki tidak pulang pulang ada yang ditinggal tujuh tahun, sembilan tahun, ada juga pulang tetapi tidak membawa apa apa pulang menambah beban," jelasnya.

Faktor yang lain, lanjut Dosen Hukum Keluarga Islam itu, banyak laki laki memiliki wanita idaman lain.

"Faktor kedua adanya wanita idaman lain, dan ini banyak pengaruh handphone ketemu teman lama, berdialog kembali ke masa lalu," katanya.

Yang paling mengerikan dalam kasus gugat cerai, menurut Dr Asni adalah sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

"Seandainya saya tidak meneliti, saya tidak akan tahu bahwa KDRT itu mengerikan, ada kasus yang temukan, jika berhubungan dengan istrinya menggunakan kayu, ternyata semengerikan itu betapa menderita nya istrinya," jelasnya.
 
Terkait bagaimana respon hakim perempuan terhadap kasus perceraian, Dr Asni menemukan, hakim perempuan mengedepankan sensitif gendernya.

"Dalam penyelesaian cerai gugat hakim perempuan tampaknya memiliki sensitif gender karena mereka dalam memutus perkara itu berupaya memberikan hak hak nafkah meskipun istri mengajukan perceraian," paparnya.

"Yah jadi disini tampak ada rekontekstualisasi karena biasanya istri gugat cerai tidak dikasih apa apa tidak sama seperti cerai talak, tapi faktanya dalam dalam putusan gugat cerai tetap memberikan nafkah pada istri," sambungnya.

Dia juga mengungkapkan, Wajud rekontekstualisasi pemenuhan nafkah nafkah, meskipun istri dikatakan tidak becus, ini sudah melampaui kompilasi hukum Islam.

"Hukum Islam perlu diperbaharui kembali karena hakim ini sudah melampaui hukum Islam dimana di komplikasi hukum Islam dikatakan bahwa istri memberikan nafkah," pungkasnya.

Previous Post FTK UIN Alauddin Makassar Terima 11 ASN PNS, Dekan Minta Jaga Akreditasi Unggul Prodi
Next Post Raudhatul Athfal Alauddin Gelar Ramah Tamah dan Tasyakuran Akhir Tahun Ajaran 2024/2025