Gambar Dari Dua-Tiga Buku, Anak-anak Nasrullah Pun Bersekolah

Dari Dua-Tiga Buku, Anak-anak Nasrullah Pun Bersekolah

BANYAK jalan menuju Roma, demikian kutipan peribahasa untuk menggambarkan begitu banyaknya jalan atau cara untuk bisa menuju ke tujuan. Dan Nasrullah, seorang pedagang buku yang menghabiskan hari-harinya di Kampus I, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, sangat percaya dengan hal itu. Yang membuatnya juga bertambah yakin, Tuhan tak akan membuat umatnya sengsara. "Begitu banyak memberi rezeki di dunia ini, dan manusia tinggal memilih pintu rezeki yang mana dipilihnya," ujar Nasrullah. Dari keyakinan itu, 10 tahun lalu, Nasrullah mengawali perjalanannya menjual buku. Pertama, ia hanya menjual beberapa buku saja --sejalan dengan modal seadanya. Lalu yang laku hanya dua atau tiga buku. Meski sedikit, Bapak tiga anak ini tak pernah mengeluh atau menyerah. "Bagaimana tidak, saat itu hanya dengan jualan buku ini, saya berharap bisa makan," jelasnya. Lambat laun, jualannya makin beragam. Dari buku-buku umum hingga yang khusus berisi soal-soal keagamaan, ada di lapak jualannya. Apalagi ia menjualnya di lingkungan UIN yang saat itu masih bernama IAIN Alauddin. "Buku-buku tentang Islam banyak yang suka. Tapi peminat untuk buku yang isinya soal politik atau pengetahuan umum juga ada," tambahnya. Jenis buku yang dijualnya berbagai macam. Tidak hanya berbau pendidikan, tetapi juga buku sosial, umum, sains murni, bahkan buku komputer pun ada di deretan koleksi Nasrullah. Karena jenis buku yang variatif, banyak mahasiswa dan dosen memilih mencari buku di tempat Nasrullah, los yang diberi nama Eka Islamika --nama dari salah seorang anaknya. Tahun berganti tahun, omzet Nasrullah dari menjual buku di emperan kampus I UIN makin besar --kadang di fakultas syariah, kadang di tarbiyah. Ia pun mengaku mampu menyekolahkan anak-anaknya. "Alhamdulillah, dari jual buku ini, anak saya bisa sekolah, meski yang paling tua baru kelas enam SD," ujar Narsullah penuh kebanggaan. *** Jumat (06/08/2010) sore, dua orang mahasiswi UIN berjalan tergesa-gesa menuju depan masjid di samping fakultas tarbiyah dan keguruan. Mereka bukan mau salat atau bertemu teman. Sesampainya di depan mesjid, keduanya pun saling bertukar kalimat. "Ah yang mana, kamu bilang tadi ada," tanya perempuan jilbab ungu sambil membolak-balik buku. "Ada tadi di bagian atas-atas. Buku yang warnanya biru dan ada gambar bulan Sabit," jawab perempuan berhidung mancung dengan kacamata bening berframe hitam. Tak berselang lama, perempuan berkacamata itu mendapatkan buku yang dicari. Dan ia pun segera memberi tahu temannya. "Nih, ada," ucapnya singkat Tak berapa lama, mahasiswi berjilbab ungu bertanya," berapa harganya ini Pak." Dialog pun berlangsung dan akhirya buku tersebut dibeli seharga Rp 28 ribu. Percakapan dan aktivitas seperti itulah yang kerap dialami Nasrullah. Dan bagi dia, kondisi seperti itu sudah dihapalnya saat menghadapi mahasiswa-mahasiswi di Kampus Hijau, UIN Alauddin Makassar. "Saya sudah lama menjual buku dan itu sudah biasa," kata Nasrullah sambil menunggu mahasiswa yang ingin membeli buku berikutnya. Nasrullah pun menjelaskan, kenapa ia memilih menjual buku di depan mesjid UIN. Menurutnya, berdagang buku di tempat peribadatan merupakan tempat strategis. Sebab tak pernah sepi dan tentu akan membuat bukunya laris. "Ya, dalam sehari rata-rata buku yang terjual berkisar 10 buah. Dan kebanyakan pembelinya dosen dan mahasiswa. Apalagi mahasiswa pasca, akhir-akhir ini mereka paling banyak membeli buku saya," bebernya. Saat mengetahui kampus UIN akan pindah, Nasrullah pun sudah berniat akan pindah ke Kampus II UIN, Samata, Gowa. "Jika nanti mahasiswa sudah menjalankan aktivitas kuliah di sana, saya akan tetap menjajakan buku tapi dengan bantuan teman yang ada di kampus II," pungkasnya. (uin online/latifah ulfa)
Previous Post Rektor dan Pimpinan Bidang Kemahasiswaan UIN Alauddin Lakukan Rapat Koordinasi dengan LPP-LK
Next Post Prodi Ilmu Perpustakaan Lakukan Monitoring dan Evaluasi Internal