Gambar Belalai Gajah di Mesir Buatan PT Bukaka Teknik Utama

Belalai Gajah di Mesir Buatan PT Bukaka Teknik Utama

Na'uzu bikalimati llahi tammati min syarri ma khalak. Bismillahi llazi la yadhurruhu ma asmihi syae'un fil ardhi wala fisssamai wahuwa ssami'ul 'alim.

DOA tersebut mengiringi rombongan ketika menjejakkan kaki pertama kali di Mesir. Terkesan pemandangan sesaat sebelum landing, tanah luas berwarna coklat nan tandus dengan pepohonan satu-dua.

    Semakin mendekat ke landasan terlihat bangunan-bangunan persegi dengan warna seperti batu bata merah. Bangunan yang kebanyakan sudah usang karena diselimuti debu berbilang tahun.

    Ketika turun dari pesawat berbadan lebar milik Emirates, saya kagum ketika mendapati belalai gajah yang kami lewati adalah buatan PT Bukaka Teknik Utama.

    Patut berbangga, karena Bukaka adalah perusahaan Indonesia dan ternyata produknya sudah menyebar ke mancanegara. Terlebih lagi, Bukaka milik Jusuf Kalla, mayoritas memperkerjakan lulusan sarjana asal Sulawesi Selatan.

    Kemudian kami ke bus menuju terminal 1 Bandara International Kairo yang tampak relatif sepi. Karena sepi, maka para anggota tak perlu berlama-lama di bandara dan urusan keimigrasian sudah usai dalam hitungan menit.

    Rombongan pun melenggang ke bus yang telah disiapkan oleh PT Mayyadah tour and travel lengkap dengan pramuwisata yang bernama Wail. Dia orang Mesir beristerikan orang Indonesia dari daerah Blitar.

    Kepada Wail bin Abdul Aziz, saya tanyakan kenapa tampilan rumah-rumah di Mesir tampak seperti warna tanah. Wail pun berkisah semua itu tentang regulasi pemerintahan Hosni Mubarak yang dianggap salah.

    Rumah yang sudah finishing dikenai pajak rumah sekitar 7 persen, lalu rumah yang belum jadi hanya 3 persen. Akibatnya sebagian besar warga Mesir membiarkan rumahnya belum diplester dan tidak dicat.

    Kalaupun dicat dengan warna yang mirip tanah. Padahal pemandangan di puncak-puncak bangunan mereka berderet antena parabola yang menjangkau sekitar 400 channel. Interior rumah yang sarat dengan perabot-perabot mewah.

    Saat ini, pengembangan kota Kairo memasuki babakan baru dengan dibangunnya jalan tol gratis yang kiri kanannya dihiasi pohon-pohon kurma dewasa. Sehingga jika suatu waktu Anda berkunjung ke Mesir akan ada pemandangan indah dimana aroma kurma yang ranum menghiasi dan menyambut tetamunya.

    Selanjutnya rombongan menelusuri kota Kairo sampai akhirnya kita makan siang di restoran asia milik orang Chinese. Restoran itu berbentuk perahu berada di pinggiran sungai Nil yang airnya jernih bersumber dari mata air danau Victoria.

    Sungai Nil merupakan urat nadi masyarakat Mesir. Sungai tersebut membentang sepanjang 6.000 km lebih dan airnya dinikmati sekitar 400 juta manusia yang hidup sepanjang daerah aliran sungai.

    Di atas restoran terapung tersebut, kami berdiskusi tentang peran strategis Universitas Al-Azhar, Kairo. Juga berdiskusi asal usul dan tokoh-tokoh yang dihasilkan, serta implikasinya terhadap dunia Islam dewasa ini.

    Pembicaraan kemudian beralih ke Piramid, karena kami sempat melihatnya saat menuju Hotel Movenpick Regensi di kawasan Giza sebelah sungai Nil di barat Kairo. Piramid-piramid itu tidak jauh dari hotel.

    Padahal dalam bayangan saya selama ini, piramid itu adanya di tengah-tengah padang pasir nan luas. Melihat kita tertarik kisah piramid, Wail lalu memutarkan film tentang kisah pendirian piramid tersebut di jaman Mesir kuno. (*)

Previous Post KKN 75 UIN Alauddin Makassar Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Desa Anrang
Next Post Orang Muda Menjaga Tradisi, KKN UIN Alauddin Menggelar Anrang Expo 2024