Padahal tanpa harus menyebutkan nas-nas dalam Al-Qur'an dan sunah Nabi, orang yang mempelajari Islam akan menemukan perhatian besar ajaran Islam terhadap problem kemiskinan dan keterbelakangan. Tanpa harus merumuskan teologi pembebasan, yang diperlukan umat Islam kini adalah data konkret bahwa kemiskinan merupakan bencana sosial yang mengancam eksistensi umat Islam.
Peduli terhadap problem yang dihadapi umat dan memandangnya sebagai persoalan sosial yang membutuhkan aksi sosial dipandang sebagai sunah hasanah (kebiasaan baik), pesan Nabi “Siapa saja yang membiasakan sunah hasanah maka baginya pahala sama dengan orang yang mengikuti kebaikan itu, tanpa mengurangi pahala orang yang menganjurkan kebaikan itu, siapa saja yang memandang problem kemiskinan, kebodohan, penderitaan sebagai persoalan personal disebut sunah sayy’iah (kebiasaan buruk) baginya ganjaran sama dengan orang yang mengikuti kebiasaan buruk tersebut”.
Al-Qur'an menyindir kepada orang-orang yang diberi kekayaan, merasa dimuliakan Allah dengan sifat-sifat yang baik, dan ketika diberi kemiskinan, mereka mengira Allah menghinakannya. Sekali-kali tidaklah demikian. Alquran menyebutkan bahwa penyebab kemiskinan adalah kecenderungan untuk tidak memuliakan anak yatim, tidak adanya usaha bersama untuk membela orang miskin, kecenderungan menggunakan sumber daya secara rakus, serta kecintaan yang berlebihan terhadap harta. Islam memandang kemiskinan sebagai akibat dari sistem sosial yang timpang, kurangnya solidaritas sosial, dan kecenderungan sunah sayyi’ah (kebiasaan buruk) di tengah-tengah masyarakat.
Jika terjadi kemiskinan yang meluas dalam masyarakat, siapakah yang paling bertanggungjawab? Al-Qur'an memberi informasi “Dan orang-orang yang pada hartanya ada hak yang tersurat, bagi yang meminta pertolongan dan yang melarat” (QS. Al-Ma’arij/70 : 24-25).
Menurut Sayyid Sabiq, inilah hak orang-orang yang memerlukan pada harta orang-orang kaya, ukurannya sejumlah apa yang memenuhi kebutuhan pokok mereka berupa sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang sangat diperlukan manusia supaya dapat hidup layak sebagai manusia.
Menyikapi problem seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an seperti itu, boleh jadi di antara umat Islam berkata bukankah kewajiban kita sudah selesai dengan mengeluarkan zakat? Hal serupa pernah ditanyakan oleh sahabat kepada Rasulullah saw. beliau menjawab, “Sesungguhnya pada harta itu ada hak selain zakat”.
Kemudian Nabi membaca ayat: “Bukanlah kebaikan dengan menghadapkan wajahmu ke timur dan ke barat, tetapi kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Akhir, para malaikat, al-kitab, dan para Nabi, serta memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, dan orang-orang yang meminta pertolongan”. (QS. Al-Baqarah/2 : 177).
Hak inilah yang harus Anda berikan ketika seorang meminta tolong untuk membayar biaya perawatan rumah sakit, karena pada diri Anda ada kelebihan uang. Hak inilah yang harus Anda berikan ketika seorang tidak dapat melanjutkan studi karena tidak dapat melunasi dan memenuhi biaya pendidikan, karena pada diri Anda ada kelebihan harta.
Hak inilah yang Anda harus berikan ketika seorang miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang dan pangan yang mereka butuhkan, karena melihat pada diri Anda ada kelebihan materi. Hak inilah yang dituntut oleh orang-orang miskin dari orang-orang kaya ketika mereka mengalami kesulitan hidup.
Semua ini telah menjadi perbincangan kita di ruang-ruang diskusi, telah kita sampaikan di depan kelas dan ruang-ruang zoom, telah kita sampaikan dalam pidato, khotbah dan ceramah-ceramah, telah kita tulis dalam jurnal-jurnal di beragam media, jangan sampai kaya teori dan gagasan tapi zero implementasi. (*)
Alat AksesVisi
