Ahmad bin Abil-Hawari menuturkan:
Aku mendengar Wakf bin al-Jarrah memulai, sebelum berbicara, dengan berkata, “Yang ada (sebenarnya) hanyalah maaf-Nya ... dan kita tidak hidup melainkan di dalam tirai-Nya. Seandainya tutup ini dibuka, tersingkaplah perkara besar”
Bilamana kita meminta maaf-Nya, berarti kita tahu bahwa kita berdosa, dan orang yang menyadari serta mengakui dosanya adalah pantas—insya Allah—untuk diampuni. Karena, Yang telah menciptakan kita dari kelemahan adalah Sang Mahakuat serta Yang telah menyemati kita dengan ketidakmampuan adalah Sang Mahakuasa! Dan, Yang telah mengadoni tanah kita dengan air kesalahan adalah Sang Maha Pengampun lagi Sang Maha Penyayang!
Yang senang mendengarkan doa kita: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku” adalah Dia Yang ingin merahmati kita!
Dari Abu Hurairah r.a. diriwayatkan:
Seorang Arab badawi datang kepada Nubi saw, bertanya, "Siapakah yang menghisab makhluk pada Hg Kiamat, wahai Ravulullah?”
Nabi saw, menjawab, “Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung”
Sang Arab badawi berujar, “Kita selamat, demi Tuhan Sang Pemilik Ka'bah!”
Rasulullah saw. bersabda, “Bagaimana demikian Wahai Arab badawi?”
Sang Arab badawi berkata, “Karena bila Sang Mah Pemurah menilai, Dia memaafkan”
Hujjatul-Islam Imam al-Ghazali mengutarakan dalam Ihya Ulam al-Din:
Rasulullah saw. berdoa, "Wahai Sang Maha Pemurah maaf-Nya,” Jibril a.s. bertanya, "Tahukah engkau apa tafsir Sang Maha Pemurah maaf-Nya?” “Yaitu bahwa jika Dia memaafkan keburukan dengan rahmat-Nya, Dia ganti keburukan itu dengan kebaikan dengan kepemurahan-Nya!”
Wahai Sang Maha Pemurah maaf-Nya, wahai Tuhanku. Dikutip dari kitab Min Ma'arif al-Sadah al-Shufiyyah karya Syekh Muhammad Khalid Tsabit.