Ilmu sejarah mengajarkan bahwa hampir semua pendapat lahir sebagai respons terhadap peristiwa yang dihadapi. Hal ini juga berlaku dalam asbab alhadis, sebab turunnya sebuah hadis. Demikian juga sebab lahirnya sebuah Alquran. Dalam turunnya Alquran yang disebut nuzulul Alquran dikenal atau sebab turunya Alquran dan sebab disampaikannya sebuah hadis yang dalam istilah ilmu hadis disebut asbabul wurud (sebab-sebab lahirnyanya sebuah hadis). Oleh karena itu, membaca sebuah pendapat atau teks tidak cukup hanya memahami isinya secara literal, tetapi perlu melihat latar belakang yang melahirkan teks tersebut, sehingga kita dapat memahami konteksnya secara menyeluruh. Dengan cara ini, teks tidak akan dimaknai secara kaku (rigid).
Terkadang, sebuah hadis tidak diketahui secara langsung asbab al-wurud-nya, tetapi para sahabat Nabi Muhammad saw. mampu berijtihad untuk mencari konteksnya. Sebagai contoh, hadis menyangkut peristiwa di Bani Quraizah, sebuah perkampungan komunitas Yahudi di Madinah,sebagai berikut:
"Nabi saw. bersabda sekitar Perang al-Ahzab: Janganlah seseorang melaksanakan salat Asar kecuali setelah tiba di perkampungan Bani Quraizah."
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمْ الْعَصْرَ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Setelah mendengar sabda tersebut, para sahabat berangkat menuju Bani Quraizah. Namun, di tengah perjalanan, waktu salat Asar sudah hampir habis. Di sinilah timbul dua pemahaman di antara mereka: 1. Sebagian sahabat memahami hadis itu secara kontekstual dan melaksanakan salat Asar dalam perjalanan, karena waktu salat sudah tiba. 2. Sebagian yang lain memahami hadis itu secara tekstual, sehingga mereka berkata tidak akan melaksanakan salat Asar hingga tiba di Bani Quraizah berdasarkan sabda Nabi, meskipun waktu salat Ashar telah berakhir.
Ketika kejadian itu dilaporkan kepada Nabi saw., beliau tidak menyalahkan salah satu pihak. Hal ini menunjukkan fleksibilitas Nabi saw. dalam memahami pandangan para sahabat, baik melalui metode tekstual maupun kontekstual.
Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontemporer, menegaskan bahwa memahami sunnah tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial penuturan hadis. Menurut beliau, memahami sunnah harus mempertimbangkan tujuan (maqasid), konteks sosial (mulabasat), dan sebab-sebab tertentu (asbab). Dengan pendekatan ini, kita dapat memahami apakah isi sebuah hadis bersifat universal atau bersifat temporal (terbatas pada waktu dan tempat tertentu).
Kesimpulan 1. Hadis di atas menunjukkan bahwa metode tekstual dan kontekstual sama-sama valid dalam memahami sebuah hadis. 2. Meskipun kedua metode tersebut dapat digunakan, umat Islam harus cerdas memilih pendekatan yang lebih maslahat dan relevan dengan perkembangan zaman. 3. Dalam memahami hadis, teks dan konteks sebaiknya saling bersinergi. Mengandalkan teks tanpa konteks akan menghasilkan pemahaman yang kaku (rigid), sedangkan mengutamakan konteks tanpa memperhatikan teks akan menjurus pada pandangan liberal.
Wasalam, Kompleks GFM, 11 Januari 2025