Perkenankan saya menulis biografi almarhum Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah. Sebagai biografi sebelumnya saya tulis tanpa pamri, seperti Mayjen (Pur) H.M. Amin Syam, Husni Djamaluddin, H. Fadli Luran sekarang dalam perampunan perampunan, dan sekarang baru memulai Ibu Ras yang seing saya sapa namanya demikian.
UNTUK PROF. DR. HJ AND RASDIANMYANAH, PRINTIS KEPEMIMPINAN WANITA oleh Ahmad M. Sewang
Dalam arus waktu yang tak bertepi, muncullah sosok bersahaja nan berani. Dialah Ibu Ras, putri tanah Makassar, yang menulis sejarah dengan tangan sabar.
Tahun delapan lima jadi saksi, saat IAIN Alauddin menorehkan prestasi. Untuk pertama kali dalam dekade agama, seorang perempuan duduk di singgasana.
Husni Djamaluddin, sang jurnalis tajam, menyambut berita itu dengan kagum dan dalam. “Jika lelaki, itu biasa,” katanya terang, “Tapi perempuan? Inilah sejarah yang gemilang!”
Tak sekadar rektor, beliau pun mencatat, menjadi Dirjen Bimas—perempuan pertama yang dilihat. Di saat jabatan ganda di pundak tersemat, beliau tetap teguh, tak pernah tersesat.
Namun sejarah tak selalu ramah, protes datang, menyapa dengan marah. Dari yang merasa "berhak" atas kuasa, menggugat fitrah, menolak wanita memimpin bangsa.
Ada yang datang dengan spanduk dan suara, mencari jalan untuk menghentikannya. Namun Gubernur Ahmad Amiruddin teguh berdiri: “MUI pusat setuju, kita pun mesti mengakui.”
Setelah Ibu Ras membuka jalan, deretan wanita pun tampil ke pentas kepemimpinan. Majdah, Dwie Aries, Apiati, dan Ledia, tak lagi menghadapi badai protes dan cela.
Ibu Ras, engkaulah perintis berjiwa langit, teguh berdiri saat zaman masih sempit. Langkahmu mengulang sejarah Tomanurun nan bijak, pemimpin perempuan dari langit yang menolak kekacauan meriak.
Aku menulis ini bukan karena dunia, tak ada imbal, tak juga puja. Hanya ingin agar sejarah tak padam dalam senyap, agar cahaya Ibu Ras tetap menyala hingga akhir hayat.
Kutemui engkau di tanah Eropa, saat engkau menjabat Dirjen yang mulia. Leiden menjadi saksi komunikasi kita, akan kutulis dalam kisah selanjutnya.
Jejakmu bukan hanya di tanah kampus, tapi di jiwa mereka yang dulu ragu dan putus. Engkau buktikan: kepemimpinan bukan soal jenis, melainkan amanah, ilmu, dan keberanian yang manis.
Wassalam, Kompleks GPM, 14 Juni 2025