Gambar ULAH SETAN ITU NYATA

"Setan menjanjikan (menakuti-nakuti) kamu dengan kemiskinan, dan menyuruh kamu berbuat fabisyah (kejahatan atau kikir); sedang Allah menjanjikan untuk kamu ampunan dari-Nya dan kelebihan. Allah Mahaluas (anugerah-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah, 268).

Apakah setan itu? Secara umum sifat-sifat setan dipahami oleh manusia sebagai lambang kejahatan, atau bahkan wujud kejahatan, bukan imajinatif dan abstrak sehingga ia bagaikan sesuatu yang bersifat indriawi dan nyata.

Para ulama berbeda pendapat tentang asal kata setan dan hakikatnya. Ada yang mengatakan bahwa kata "setan" atau syaithân dalam bahasa Arab terambil dari bahasa Ibrani yang berarti lawan atau musuh. Alasannya antara lain adalah bahwa kata itu sudah dikenal dalam agama Yahudi yang lahir mendahului agama Kristen dan Islam. Seperti diketahui, orang-orang Yahudi menggunakan bahasa Ibrani.

Dalam kamus al-Mishbah al-Munir, karya Ahmad Ibn Muhammad Ali al-Fayyumi (1368), kata syaithân bisa jadi terambil dari akar kata syathana yang berarti jauh karena setan menjauh dari kebenaran atau menjauh dari rahmat Allah. Bisa jadi juga ia terambil dari kata syatha, dalam arti melakukan kebatilan atau terbakar.

Dengan demikian, setan jelas bukan makhluk, tapi ia adalah karakter. Ia adalah karakter dari makhluk jin dan manusia; karakter durhaka, dan mengajak kepada kedurhakaan.

Jin adalah makhluk halus yang diciptakan oleh Allah dari api. Jin yang membangkang dan mengajak kepada kedurhakaan adalah satu jenis setan. Manusia yang durhaka dan mengajak kepada kedurhakaan juga dinamai setan. Jadi, setan tidak selalu berupa jin tetapi dapat juga dari jenis manusia. Di sisi lain, setan bukan sekadar durhaka atau kafir tetapi sekaligus juga mengajak kepada kedurhakaan.

Mutawalli asy-Sya'rawi dalam _asy-
Syithân wa al-Insân,_ mengemukakan, "Kita harus tahu bahwa ada setan-setan dari jenis jin dan setan-setan dari jenis manusia. Kedua jenis itu dihimpun oleh sifat yang sama dan juga tugas yang sama, yaitu menyebarluaskan kedurhakaan dan pengrusakan di bumi. Setan-setan jin adalah mereka yang durhaka dari jenis jin yang membendung kebenaran dan mengajak kepada kekufuran. Setan-setan 
jenis manusia melaksanakan tugas yang sama. Apa yang dikemukakan ini berdasar firman Allah: “Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)" (QS. al-An'âm [6]: 112).

Dalam ayat yang dikutip di atas disebut setan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan, dalam arti, bila manusia bermaksud bersedekah, ada bisikan dalam hati manusia yang dibisikkan oleh setan, "Jangan bersedekah, jangan menyumbang, hartamu akan berkurang, padahal engkau memerlukan harta itu, jika kamu menyumbang, kamu akan terpuruk dalam kemiskinan."

Di dalam ayat itu dikatakan, setan juga menyuruh berbuat fahisyah.  Fahisyah adalah segala sesuatu yang dihimpun oleh apa yang dianggap sangat buruk oleh akal sehat, agama, budaya, dan naluri manusia. Dalam konteks ayat di atas, termasuk kikir, menyebut-nyebut kebaikan yang diberikan, menyakiti hati pemberi, dan sebagainya. Seorang yang kikir, apalagi yang memiliki kelebihan, kekikirannya membuahkan dengki dan iri hati anggota masyarakat, dan jika ini terjadi maka setan menyuruh dan mendorong anggota masyarakat untuk melakukan aneka kejahatan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya. 

Di sisi lain, kekikiran melahirkan sifat rakus untuk enggan bernafkah, dan pada gilirannya menjadi lahan yang sangat subur bagi setan untuk mengantar kepada aneka kejahatan. Demikian ulah setan, menakut-nakuti dan menyuruh kepada kejahatan. Allah sungguh jauh dari itu. Allah menjanjikan untuk kamu ampunan dari-Nya dan kelebihan. 

Siapa yang menafkahkan hartanya, dosa-dosanya akan diampuni. Demikian janji Allah: "Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya, dan menerima zakat, dan bahwa Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (QS. at-Taubah [9]: 104). Bukan hanya itu, Allah juga menjanjikan siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, harta itu dilipatgandakan. Bukankah sebutir benih menjadi tujuh ratus benih, bahkan lebih? 

Jangan menduga ini hanya dari segi keberkatan. Tidak! Kata para ahli, dengan menafkahkan harta arus perdagangan bertambah, kedengkian pun hilang, sehingga ketenteraman bagi pemberi bertambah, dan dengan demikian ia dapat berkonsentrasi meningkatkan usahanya. Di sisi lain, stabilitas keamanan terwujud sehingga jalur perekonomian dapat lebih lancar. Semua itu adalah kelebihan dan peningkatan. Memang Allah Mahakuasa (anugerahnya) lagi Maha Mengetahui.