Gambar UCAPAN ALHAMDULILLAH YANG SALAH TEMPAT

Tulisan kemarin pernah saya jadikan status di Facebook dan direspon oleh salah seorang kawan dari Samarinda. Beliau mengisahkan ceritanya berikut:

Saya pernah merasakan betapa sakitnya mendengar ucapan "alhamdulillah" seperti itu. Anak pertama saya, sakit hemofilia menurut info dari dokter yang menanganinya. Dia dirawat di rumah sakit satu kamar dengan beberpa pasien anak dengan penyakit yang berbeda-beda. Di malam harinya ada seorang anak yang kelihatan cukup gawat bahkan sudah ditangisi oleh keluarganya dan kami para orang tua yang masing-masing menjaga anaknya saat itu ikut mensupport agar bersabar dan berdoa agar anaknya segera membaik kondisinya. 

Tetapi besok paginya malah anak saya yang sakarat dan akhirnya meninggal. Kami sekeluarga termasuk teman-teman yang datang menjenguk sangat sedih dengan meninggalnya anak pertama kami itu, tapi hal berbeda malah ditunjukkan oleh orang tua si anak yang gawat semalam. 

Dia sangat bergembira, sambil sesekali meloncat ia mengucapkan alhamdulillah. Ia gembira karena menurut mitos sebagian orang di Samarinda saat itu bahwa jika dalam satu kamar sudah ada yg meninggal maka itu dianggap passalle/pengganti  atau mungkin kasarnya "tumbal" sehingga dia 
yakin anaknya akan sembuh. 

Dia bersyukur sambil mengucapkan alhamdulillah dan sesekali meloncat. Sakit hati dan kecewa melihat tingkahnya, tapi kami tidak berbuat kecuali berusaha memaklumi. Andai dilakukan tidak di depan mata kami maka saya kira akan lebih etis. 

Demikian kisah miris beliau, yang memberikan pengajaran bahwa tidak semua yang baik itu akan baik juga di semua kondisi dan keadaan. Menegaskan kebenaran sebuah qaul, لكل مقال مقام، ولكل مقام مقال (setiap ucapan ada tempatnya, dan setiap tempat ada qaulnya).

Semoga kisah ini bermanfaat bagi kita semua..., dan kami meyakini, teman dan anak teman kita itu akan  berjumpa kembali dalam suasana yang lebih bahagia mengobati kembali rasa yang pernah dirasakannya di dunia, amin ya Rabb..