Tulisan ini adalah tanggapan atas tulisan yang saya tulis kemarin. Saya tidak lagi menjawabnya karena ini sudah di luar pengetahuan saya. Cuma ada dari Guru/mursyid thariqah yang akan menanggapi semuanya besok. Terima kasih...
---------------------
Prof. Natsir Mahmud

Yang membuat diskusi adalah “Akunya Tuhan dalam diri”.  Aku adalah kata ganti dari subjek diri.  Kalau “Aku” adalah sifat atau predikat  saya kira  kurang tepat.  Kalau sejak awal mengatakan yg dimaksud  adalah adalah sifat-sifat Allah, maka itu no-problem.  Diri  kita ini memang  manifestasi dari sifat Allah, yakni Kuasa Allah SWT.  Saya hanya khawatir kalau seperti tasawuf Hulul Al-Hallaj yang mengatakan: “Maa fi jubbatiy illahllah”  = Tidak ada dalam jubahku  (bajuku) kecuali Allah.  Jadi diri Al-Hallaj diidentikkan dengan Tuhan.  Ini yg menyebabkan  al-Hallaj  mendapat hukuman  mati dari seorang wazir dari khalifah Abbasiyah. 

Aliran  tasawuf seperti  Hulul Al-Hallaj, Ittihad dari Abu Yazid al-Bistami dan Wahdatul wujud Ibnu Arabi adalah pengaruh Filsafat Hellanisme Romawi khususnya dari filsafat Emanasi  Plotinus.  Hellenisme Romawi terdiri dari  Filsafat Stoa, Epicurisme dan Emanasi.  Ketika Palestina masukke  kerajaan Romawi, agama yang dibawa oleh Nabi Isa a.s.  dibawa ke Roma dan disintesakan dengan Emanasi Plotinus, maka terciptalah ajaran Tri Tunggal dalam Kristen.  Menurut Plotinus Realitas itu 4 yakni The One (Tuhan), Logos, Soul, dan alam materi).  Logos diidentikkan dengan Yesus (Nabi Isa) yg punya dua unsur yakni ketuhanan (Lahut) dan manusia (nasut).  Jadi Yesus adalah Tuhan sekaligus manusia dan manusia sekaligus Tuhan.  Untunglah di dunia Islam Hellenisme hanya masuk ke dunia tasawuf sehingga tdk mempengaruhi Ke-Esaan Tuhan.  Namun adalah ajaran tasawuf yang agak berlebihan, memandang Tuhan ada dalam dirinya seperti aliran-aliran di atas.  Jadi tasawuf yg dengan semangat spiritual yg tinggi, merasa  mendekati Tuhan sedekat-dekatnya menurut  pandangan mereka sehingga Tuhan masuk ke dalam dirinya.  

Paling aman bila kita bertasawuf ala Imam Al-Ghazali, beliau menolak semua pandangan tasawuf yg Hellanistik sehingga beliau digelar Hujjatul Islam.  Imam Al-Ghazali menyatukan tasauf dalam akidah, syariah dan akhlak dari padanya manghasilkan makrifat kapada Alla SWT.Tulisan ini adalah tanggapan atas tulisan yang saya tulis kemarin. Saya tidak lagi menjawabnya karena ini sudah di luar pengetahuan saya. Cuma ada dari Guru/mursyid thariqah yang akan menanggapi semuanya besok. Terima kasih...
---------------------
Prof. Natsir Mahmud

Yang membuat diskusi adalah “Akunya Tuhan dalam diri”.  Aku adalah kata ganti dari subjek diri.  Kalau “Aku” adalah sifat atau predikat  saya kira  kurang tepat.  Kalau sejak awal mengatakan yg dimaksud  adalah adalah sifat-sifat Allah, maka itu no-problem.  Diri  kita ini memang  manifestasi dari sifat Allah, yakni Kuasa Allah SWT.  Saya hanya khawatir kalau seperti tasawuf Hulul Al-Hallaj yang mengatakan: “Maa fi jubbatiy illahllah”  = Tidak ada dalam jubahku  (bajuku) kecuali Allah.  Jadi diri Al-Hallaj diidentikkan dengan Tuhan.  Ini yg menyebabkan  al-Hallaj  mendapat hukuman  mati dari seorang wazir dari khalifah Abbasiyah. 

Aliran  tasawuf seperti  Hulul Al-Hallaj, Ittihad dari Abu Yazid al-Bistami dan Wahdatul wujud Ibnu Arabi adalah pengaruh Filsafat Hellanisme Romawi khususnya dari filsafat Emanasi  Plotinus.  Hellenisme Romawi terdiri dari  Filsafat Stoa, Epicurisme dan Emanasi.  Ketika Palestina masukke  kerajaan Romawi, agama yang dibawa oleh Nabi Isa a.s.  dibawa ke Roma dan disintesakan dengan Emanasi Plotinus, maka terciptalah ajaran Tri Tunggal dalam Kristen.  Menurut Plotinus Realitas itu 4 yakni The One (Tuhan), Logos, Soul, dan alam materi).  Logos diidentikkan dengan Yesus (Nabi Isa) yg punya dua unsur yakni ketuhanan (Lahut) dan manusia (nasut).  Jadi Yesus adalah Tuhan sekaligus manusia dan manusia sekaligus Tuhan.  Untunglah di dunia Islam Hellenisme hanya masuk ke dunia tasawuf sehingga tdk mempengaruhi Ke-Esaan Tuhan.  Namun adalah ajaran tasawuf yang agak berlebihan, memandang Tuhan ada dalam dirinya seperti aliran-aliran di atas.  Jadi tasawuf yg dengan semangat spiritual yg tinggi, merasa  mendekati Tuhan sedekat-dekatnya menurut  pandangan mereka sehingga Tuhan masuk ke dalam dirinya.  

Paling aman bila kita bertasawuf ala Imam Al-Ghazali, beliau menolak semua pandangan tasawuf yg Hellanistik sehingga beliau digelar Hujjatul Islam.  Imam Al-Ghazali menyatukan tasauf dalam akidah, syariah dan akhlak dari padanya manghasilkan makrifat kapada Alla SWT.