Tidak salah kiranya jika saya pernah menulis bahwa Prof. Ahmad Sewang adalah the real profesor. Tulisan kali ini merupakan refleksi dari apa yg beliau pikirkan.


Tulisan dengan judul Menulis Kang Jalal adalah cermin kejernihan hati dan kedalaman berpikir. Ia menampar kesadaran kita yang sering kali lebih sibuk memburu perbedaan daripada merawat persamaan. Di tengah dunia yang gaduh oleh label dan sekat, penulis justru hadir dengan pesan damai, cukup menjadi muslim,  satu identitas yang mestinya menjadi titik temu, bukan titik pisah.


Apresiasi setinggi-tingginya untuk keberanian dan kejernihan narasi ini. Ia bukan sekadar puisi kenangan, melainkan seruan moral bagi siapa pun yang beragama. Sebab untuk apa beragama, jika hasil akhirnya hanya menanam curiga dan menyuburkan kebencian? Bukankah agama diturunkan untuk menuntun manusia hidup bersama bukan saling meniadakan?


Dalam setiap larik, tulisan ini mengajak kita untuk melihat bahwa samudra Islam jauh lebih luas dari pada batas-batas organisasi dan mazhab. Mencari persamaan adalah jalan para pencinta damai, sedangkan memburu perbedaan hanyalah jalan pintas menuju keterpecahan.


Semoga lebih banyak suara seperti ini, yang memilih menjadi jembatan, bukan tembok.


Salam


Barsihannor