Fenomena tergesa-gesa (al-‘ajalah) menjadi salah satu wajah dari krisis peradaban modern. Ia tak hanya menciptakan kegaduhan psikologis, tapi juga merusak struktur sosial dan spiritual manusia.
Dalam perspektif Islam, tergesa-gesa adalah sifat setan yang harus dihindari, karena menafikan ketenangan yang merupakan bagian dari rahmat Allah.
Tulisan ini mengurai secara holistik makna tergesa-gesa dalam Islam, dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan sosial, serta solusi spiritual dan edukatif untuk mengembalikan manusia pada keseimbangan, kesabaran, dan kebijaksanaan hidup.
Ketika segala hal berpacu dalam kecepatan, kita pun terjebak dalam budaya buru-buru. Kita ingin cepat sukses, cepat selesai, cepat berubah, bahkan cepat bahagia, meski tanpa arah yang jelas. Ketergesaan menjadi semacam virus zaman, memanipulasi waktu dan kesabaran, hingga meniadakan makna dari setiap proses.
Namun benarkah semua hal harus disegerakan? Apakah ketergesaan adalah jalan menuju keberhasilan, atau justru jurang kejatuhan?
Dalam kesunyian yang jujur, kita tahu: tergesa-gesa bukanlah solusi. Ia adalah luka yang tersembunyi dalam derap langkah zaman. Islam sebagai agama penuh keseimbangan telah jauh-jauh hari memperingatkan bahayanya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ “Ketenangan itu dari Allah, sedangkan tergesa-gesa itu dari setan.” (HR. Tirmidzi)
Tergesa-gesa: Budaya Instan yang Menyesatkan
Budaya tergesa lahir dari zaman yang memuja hasil tanpa proses. Media sosial mempercepat ekspektasi; iklan menjanjikan solusi instan; dan manusia pun tumbuh dengan mental serba cepat namun rapuh.
Gejala yang muncul:
*Pendidikan yang mengejar nilai, bukan ilmu.
*Relasi yang instan dan dangkal.
*Bisnis yang tak sabar membangun kepercayaan.
*Keputusan yang lahir dari emosi, bukan refleksi.
Al-Qur’an sendiri menegaskan:
وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًۭا “Manusia diciptakan dalam keadaan tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’: 11)
Ini adalah isyarat ilahi bahwa sifat tergesa memang melekat dalam diri manusia, tapi harus dikendalikan dengan kesadaran dan ilmu.
Dimensi Spiritual dan Psikologis dari Al-‘Ajalah
Dalam Islam, tergesa-gesa adalah penyakit hati. Ia menandakan lemahnya sabar, dangkalnya tadabbur, dan hilangnya rasa tawakkal. Ia melahirkan:
*Kecemasan jiwa, karena terlalu ingin tahu hasil sebelum waktunya.
*Kehilangan spiritualitas, karena kurangnya dzikir dan syukur dalam proses.
*Ketegangan sosial, karena keputusan yang salah dan tergesa dapat memicu konflik dan perpecahan.
Ibnu Qayyim menegaskan: “Tergesa adalah pintu penyesalan dan lawan dari kebijaksanaan.”
Solusi Islam: Menjadi Pribadi Penuh Hikmah
1. Kembalilah kepada Ketenangan (Ta’anni) Ketenangan adalah sifat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang sabar. Semua yang besar dalam Islam lahir dari kesabaran: wahyu turun 23 tahun, hijrah tidak tergesa, dan kemenangan datang bertahap.
2. Teladani Rasulullah SAW Rasul tidak pernah membuat keputusan dalam emosi atau dorongan terburu-buru. Semua langkahnya melalui pertimbangan matang, doa, dan konsultasi.
3. Perbanyak Dzikir dan Tadabbur Karena hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang (QS. Ar-Ra’d: 28). Ketergesaan lahir dari hati yang kosong dari Allah.
4. Budayakan Muhasabah dan Evaluasi Diri Orang yang sering mengevaluasi diri tidak akan mudah tergesa, sebab ia tahu bahwa kebenaran tak selalu tampak di permukaan dan bahwa waktu adalah guru terbaik.
Penutup
Ketergesaan adalah jalan pintas yang seringkali menyesatkan. Ia mencuri kedalaman, merusak kualitas, dan menghilangkan keberkahan waktu. Islam mengajak kita untuk melambat bukan untuk tertinggal, tapi agar kita bisa benar-benar hadir, berpikir jernih, dan melangkah pasti.
Melalui tulisan ini, marilah kita kembali menghargai proses. Karena dalam sabar ada ilmu, dalam tenang ada cinta, dan dalam lambat ada cahaya kebijaksanaan.# Wallahu A’lam Bishawab