Gambar “Tentang Takdir dan Takut Kehilangan"

Sebagai dokter, begitu sulit menyampaikan bagian terburuk tentang kondisi pasien ke keluarganya, baik itu kepada suami pasien atau pun ke anak2nya. Kadang, saya meminta bercakap 4 mata dengan keluarga terdekat, tanpa kehadiran pasien yg sakit. Agar pasiennya tetap semangat dalam berjuang hidup, walau dalam hitungan perkiraan dokter prognosisnya malam (buruk atau tak ada harapan). Dan biasanya,  diskusi ini berakhir dengan linangan air mata... 

Mengapa ?

*****


Kita sering begitu takut kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat kita cintai.

Namun, ironisnya, saat ia masih di sisi kita, kita kerap tak benar-benar hadir.

Kesibukan, kelelahan, atau godaan dunia membuat kita lupa mensyukuri kehadirannya.

Seolah yang kita miliki hari ini akan selalu ada esok hari.


Lalu, saat semuanya akan pergi atau  tiba-tiba pergi, barulah hati terasa kosong.

Kita menyesal, menangis, dan berandai, “Seandainya waktu bisa diulang...”

Tapi tidak ada yang bisa menentang kehendak-Nya.

Ada kekuatan di luar kendali kita,  kekuatan yang tak terlihat, tapi pasti.

Ia mengatur setiap pertemuan dan perpisahan dengan takaran yang sempurna.


Rasa takut kehilangan itu, sejatinya adalah pengakuan paling jujur dari hati yang lemah.

Bahwa kita tak berdaya. Bahwa kita bukan pemilik apa pun.

Segalanya hanyalah titipan dari Allah ,  orang-orang yang kita cintai, rezeki yang kita genggam, bahkan napas yang kita hirup.


Namun, kita sering lupa.


Kita menggenggam terlalu erat sesuatu yang seharusnya hanya kita titipkan kepada Allah.


Dan ketika takdir datang mengambilnya, barulah kita sadar:

takdir bukan musuh, tapi cermin dari kasih sayang Tuhan.

Ia mengambil sesuatu, bukan untuk menyakiti, tapi untuk menyelamatkan hati dari keterikatan yang berlebihan

Agar kita kembali berserah kepada Dia yang tak pernah meninggalkan, yang menggenggam jiwa.


Beriman kepada qada dan qadar berarti berani percaya, bahkan ketika kita tidak bisa mengerti.

Percaya bahwa kehilangan pun adalah bentuk ujian dan peringatan.

Bahwa di balik setiap air mata, ada hikmah yang sedang Allah tanam dalam jiwa.

Saya teringat ceramah ustadz , bahwa ada amalan yang pahalanya lebih besar dari pahala syahid. Ia adalah perasaan ikhlas dan ridho dalam menerima takdir yg sudah ditetapkannya....

Maka, jangan takut dengan takdir...

Cintailah takdirmu dengan keikhlasan, karena apa pun yang ditetapkan Allah tidak pernah sia-sia.

Yang pergi, sejatinya hanya berpindah tempat. 

Dan yang tertinggal, adalah hati yang semakin paham

bahwa setiap perpisahan, sejatinya adalah undangan lembut untuk lebih dekat kepada-Nya....

Persiapan kita untuk kembali pulang....


"Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami; Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal."

 QS. At-Taubah [9]: 51



Makassar, 13 Oktober 2025