Alam semesta bekerja dengan hukum-hukum yang teratur, biasa disebut sunnatullah. Seperti terbitnya matahari di ufuk Timur dan terbenam di ufuk Barat. Proses turunnya hujan yang dimulai dari penguapan air oleh sinar matahari, pengembunan yang membentuk awan, dan pencairan butiran-butiran air ke bumi yang disebut hujan. Atau seperti rumus 2 + 2 = 4 dalam aljabar yang kita pelajari dibangku SD.
Begitu pula suatu kesuksesan yang diraih seseorang bukan sebuah kebetulan, tetapi melewati proses sesuai hukum alam. Seseorang yang ingin menjadi dokter harus melewati pendidikan dokter, begitu pula yang ingin menjadi polisi, tentara, pengacara, ahli pemasaran, public relation, dai, pengusaha --- atau mau menjadi sarjana, magister, doktor, harus mengikuti prosesnya, kuliah dulu baru bisa mendapatkan ilmu, keahlian, gelar, dan profesi itu. Tidak mungkin datang tiba-tiba tanpa prosedur yang seharusnya.
Apa yang kita peroleh sekarang merupakan hasil keputusan kita di masa lalu --- baik keputusan yang diambil secara sadar maupun tidak sadar. Islam mengakui adanya dosa, amal, dan hari pembalasan. Hal ini menunjukkan kita tidak pernah lepas dari proses dan tanggung jawab dari apa yang telah kita lakukan dalam hidup ini.
Setiap orang pasti menginginkan keberhasilan. Setiap orang begitu bergairah dan yakin bahwa dirinya pantas menerima keberhasilan sebagaimana yang diinginkan. Hanya saja, sementara mereka berharap setinggi bintang di langit, “keberhasilan” tidak kunjung datang. Harapan tinggi hanya menghasilkan kekecewaan. Mengapa demikian?
Karena tidak setiap orang melakukan “cara-cara” yang konsisten agar sampai di tujuan dengan selamat. Banyak yang tidak menyadari atau salah melakukan prosesnya. Hasil yang diperoleh hanyalah akibat dari melakukan sesuatu. Jika ingin mengubah hasil, maka sumber dan cara kita melakukan sesuatu perlu diubah lebih dahulu. Jika ingin meraih sukses, kita ikuti proses sukses tersebut dari awal sampai akhir.
Ada yang menyakini untuk sukses diperlukan “keberuntungan” atau jalan pintas --- yang tidak semua orang memilikinya. Misalnya: orang tua mereka kaya raya sehingga ia mendapatkan harta warisan yang banyak; atau punya keluarga pejabat sehingga diangkat menjadi pegawai; atau kebetulan mendapatkan harta karun saat menggali sumur di belakang rumah. Kebetulan diperoleh tanpa kerja keras. Ada yang mendapatkan seperti itu tapi tidak banyak, hanya sedikit. Atau orang-orang yang mencapai sesuatu dengan curang, juga tidak bisa jadi patokan karena melanggar norma kebenaran yang tidak akan langgeng.
Kita seharusnya tidak menyerahkan hasil-hasil yang kita pada faktor kebetulan yang di luar kendali kita atau melakukan kecurangan. Untuk itu, kita perlu memaksimalkan: pikiran, emosi, tindakan, respon, kerja keras, ilmu, skill, strategi, dan doa kita secara benar. Jika mampu mengendalikan faktor-faktor di dalam diri kita maka dunia dapat dikendalikan untuk mencapai tujuan kita. William James, psikolog Amerika terpandang, bahwa: “perubahan terbesar dalam generasi kita adalah pada saat kita mengetahui bahwa manusia dapat mengubah aspek luar kehidupan mereka dengan cara mengubah sikap yang berapa dalam pikiran mereka.” Hidup dan kehidupan diatur oleh hukum-hukum yang pasti. Jika kita melakukan sesuatu, sepanjang kita memenuhi syarat-syaratnya, maka kita mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan. Kebaikan mendapat kebaikan, keburukan mendapat keburukan. Praktisi NLP menyebutnya hal ini sebagai model (cara-cara tertentu).
Kenyataan bahwa kesuksesan memiliki pola yang pasti, keteraturan, telah diakui oleh seluruh pakar pengembangan diri. Dan pola itu dapat dipelajari, dipraktekkan, dan diterapkan dalam hidup kita. Pola itu dapat kita pelajari dari orang-orang sukses, bimbingan, atau melalui diklat dan workshop.
Pola sukses itu mengajarkan bagaimana kita berpikir, membangun motivasi, memiliki ilmu, keterampilan, strategi dan tindakan yang terarah untuk mencapai peningkatan, pertumbuhan, dan pengembangan sesuai hukum-hukum alam yang berlaku secara azali karena ini adalah bagian dari hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku di alam semesta. Wallahu a'lam.. (MAA)*