Gambar SKALA PRIORITAS

Imam al-Ghazali menjelaskan hal menarik di bawah ini:

الا تري ان من تضيق عليه وقت الصلاة و قصد اداءها فعرض له حريق او غريق يمكنه انقاذه
فالإشتغال بانقاذه اولي من الإقبال علي صلاته

Seandainya waktu shalat sudah mau habis, dan anda hendak bersegera menunaikan shalat pada waktunya, tiba-tiba ada kebakaran atau ada orang tenggelam, dimana memungkinkan bagi anda menyelamatkan orang yang dalam kondisi bahaya tersebut, maka menyelamatkan orang itu lebih utama ketimbang meneruskan shalatnya.

Demikian penjelasan Imam al-Ghazali di Kitab Minhaj al-‘Abidin.

Shalat bisa ditunda dan dilakukan secara qadha. Tapi nyawa manusia tidak bisa ditunda. Harus segera diselamatkan, tidak bisa ditunda. Nyawa manusia tidak bisa diganti dengan yang lain. Berbeda dengan shalat Jumat yang masih bisa diganti dengan shalat Zuhur, misalnya.

Beberapa waktu lalu beredar video seorang Imam Masjid jatuh kesakitan saat memimpin shalat. Alih-alih segera menolongnya, jamaah tetap melanjutkan shalat dengan satu orang maju sebagai pengganti Imam. Baru menolong setelah shalat itu selesai. Tragis!

Contoh lainnya bisa kita temui saat Covid 19 yang lalu. Begitu juga 
kewajiban naik haji bisa jadi gugur jikalau keadaan tidak aman. Orang sakit boleh tidak berpuasa. Larangan makan babi tidak berlaku dalam kondisi darurat. Boleh tayamum saat sakit. Boleh duduk saat shalat jikalau sakit. Dan contoh2 lainnya menunjukkan hifz an-nafs (menjaga jiwa/diri) itu didahulukan dari hifz ad-din (menjaga agama), jika terjadi benturan antar keduanya.

Sayangnya masih banyak dari kita yang egois dalam beribadah sehingga menafikan sisi kemanusiaan kita. Kita memilih berebut masuk surga dengan ibadah kita, dan lupa untuk menciptakan surga di dunia bagi semua orang dengan nyaman dan aman. 

Tabik,

Nadirsyah Hosen