Gambar Seri.11. Haji. Tahallul

Tahallul: Mencukur Rambut, Merubuhkan Berhala. 
Rasul saw bersabda: "Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur rambut mereka." Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau mengulangi: “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur rambut mereka.” Mereka bertanya lagi, dan pada yang ketiga, barulah Rasul menjawab: “Dan orang-orang yang memendekkan rambut mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Tiga kali rasul saw mendoakan mereka yang mencukur rambut, dan mendoakan sekali bagi mereka yang memendekkan rambutnya. 
Tahallul merupakan bagian dari rangkaian manasik yang harus dilaksanakan oleh setiap jamaah haji dan umrah. Dalam umrah, tahallul hanya dilakukan sekali, yaitu setelah thawaf dan sa’i. Caranya adalah dengan mencukur seluruh rambut kepala atau memendekkannya. Mencukur lebih utama bagi laki-laki, sebagaimana sabda Nabi SAW, di atas. 
Berbeda dengan umrah. Dalam haji, terdapat dua tahallul: tahallul awwal dan tahallul tsani. Tahallul awwal adalah apabila jamaah haji, telah melaksanakan dua dari tiga amalan utama (Melontar jumrah ‘Aqabah, menyembelih hewan kurban, mencukur rambut).  Setelah tahallul awwal, jamaah diperbolehkan melakukan sebagian hal yang sebelumnya dilarang dalam ihram, kecuali hubungan suami istri. Tahallul tsani adalah setelah ketiga amalan tersebut selesai dilaksanakan (Melempar Jumrah ‘Aqabah, menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut). Setelah semua itu rampung, maka seluruh larangan ihram menjadi halal kembali. 
Setelah Tawaf ifadhah dan sa’I dilakukan apakah seseorang masih harus mencukur dan memendekkan rambut? Imam empat Mazhab menyatakan bahwa mencukur atau memendekkan rambut hanya dilakukan sekali dalam haji, biasanya setelah jumrah ‘Aqabah. Jika seseorang sudah mencukur rambut dalam tahallul awal, maka tidak perlu lagi mencukur setelah tawaf ifadhah dan sa’i. 
Dalam banyak budaya, rambut adalah mahkota identitas, simbol harga diri, kemegahan, bahkan kekuatan. Bagi sebagian orang, gaya rambut adalah ekspresi kepribadian, kehormatan, dan penampilan sosial, karena itulah ia disisir agar tampak Anggun atau diwarnai agar tampak segar. Karena itu, mencukur rambut dapat dimaknai sebagai tindakan melepaskan ego, meluruhkan kepercayaan diri semu yang bersandar pada penampilan fisik. Seorang sufi berkata:  “Aku merelakan rambutku luruh, karena aku sedang belajar membebaskan diri dari harapan-harapan semu: pujian manusia, pandangan hormat, dan kemuliaan palsu. Biarlah Allah yang menilai.”
Tahallul, selain kewajiban fiqhi, juga merupakan latihan spiritual untuk meruntuhkan identitas luar. Seakan berkata: “Inilah aku, tanpa topeng, tanpa simbol duniawi. Dulu, aku mengenakan apa yang kupakai untuk menyenangkan hati orang lain, hidup di bawah bayang-bayang penilaian mereka, berharap ada kepuasan yang datang dari pujian manusia. Kini, aku ingin melepaskan segala topeng itu, bebas dari belenggu yang hanya menambah beban jiwa, dan berjalan menuju ketenangan yang hanya bisa kutemukan dalam ridha Tuhan yang Maha Mengetahui.”                                ” Seorang sufi, pernah ditanya mengapa ia menangis ketika rambutnya dicukur. Ia menjawab, “Setiap helai rambut ini pernah kupelihara agar tampak mulia di hadapan makhluk. Kini setiap helai yang gugur kuanggap satu berhala yang telah rubuh dari dalam diriku.”
Amalan-amalan haji dan umrah, sejatinya adalah pelajaran tentang melepas. Sebelum tahallul, kita melepas pakaian, melepas nama, melepas status sosial. Kita mengenakan kain ihram dan berdiri sama di hadapan Tuhan. Namun ternyata ada satu hal lagi yang masih harus dilepas, yaitu diri itu sendiri. Melepaskan diri dari segala bentuk diri yang terikat pada dunia, sehingga yang tinggal hanyalah kesadaran tentang kehadiran Tuhan.
“Mencukur rambut adalah isyarat batin bahwa kita rela menanggalkan sisa-sisa keakuan. Identitas yang selama ini kita rawat seperti penampilan, gengsi, dan juga kebanggaan, dipangkas hingga akar. Dan, justru di saat itu jiwa terasa ringan. Seakan beban dunia yang melekat selama ini luruh bersama helai-helai rambut. Kita tidak sekadar bersih, tapi lahir kembali sebagai insan yang lebih jernih, lebih merdeka dari kemelekatan semu. 
Tindakan mencukur rambut melambangkan kerendahan hati dan ketundukan mutlak. Ini semacam deklarasi batin: bahwa kemegahan bukan lagi milikku, dan aku tidak lagi membanggakan diriku sebagaimana dulu. Seorang yang pulang haji dengan kepala yang bersih bukan hanya pulang dengan gelar “haji”, tetapi dengan jiwa yang telah belajar menanggalkan ego.
Setelah tahallul, seorang hamba telah lahir kembali. Ia keluar dari ihram sebagaimana bayi keluar dari rahim, bersih, polos, dan tak memiliki apa-apa. Tahallul dapat dimaknai sebagai gerbang menuju kebebasan ruhani. Seseorang yang telah bertahallul adalah mereka yang telah “melepaskan”—bukan hanya pakaian ihram, tetapi kelekatan terhadap dunia, gengsi, dan identitas diri palsu.
Ibnu ‘Arabi dalam Futūḥāt al-Makkiyyah menulis bahwa “tahallul adalah kebebasan ruh dari batas jasad, dan awal dari kembalinya insan kepada fitrahnya sebagai ‘abd (hamba).” Maka tahallul adalah titik balik, dari seorang pencari menjadi seorang penemu, dari seorang musafir menjadi seorang yang pulang—namun pulang ke dalam dirinya yang sejati.
Dari sini kita memahami, bahwa setiap helai rambut yang jatuh adalah seperti daun yang gugur dari pohon ego. Dan setelah semua gugur, muncullah musim baru dalam jiwa: musim ketundukan, musim kehambaan, musim kembalinya kesadaran diri, untuk senantiasa menuju kepada Tuhan. (Tamangapa, Grand Aroeppala).