الإحرام هو نية الدخول في نسك الحج أو العمرة أو نسُكِهما معاً، مع ما يَتْبَعُه من الأعمال والآداب المُتَمِّمة.
Ihram adalah niat melaksanakan ibadah haji atau umrah, atau keduanya sekaligus, disertai dengan amalan-amalan dan adab-adab yang menyempurnakannya.
Beberapa hal yang dilakukan sebelum memulai ihram antara lain: mandi ihram, memakai wewangian di badan, serta mengganti pakaian biasa dengan pakaian ihram.
Bagi laki-laki, ihram terdiri dari dua helai kain—satu untuk menutupi bagian bawah tubuh, dan satu lagi untuk bagian atas. Adapun bagi wanita, tidak diwajibkan mengenakan pakaian khusus, kecuali disyariatkan agar ia menampakkan wajah dan kedua telapak tangannya. Nabi ﷺ bersabda:
لَا تَلْثِمِ الْمَرْأَةُ وَلَا تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ
"Wanita tidak boleh memakai penutup wajah (niqab) dan tidak memakai sarung tangan." Langkah selanjutnya adalah melaksanakan shalat sunnah ihram dua rakaat.
Setelah seluruh persiapan ini dilakukan, barulah seseorang yang hendak melaksanakan ibadah haji, umrah, atau keduanya sekaligus, berniat lalu bertalbiyah dengan lafaz:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ
Ihram adalah langkah awal bagi seseorang yang ingin melaksanakan haji ataupun umrah, yang ditandai dengan niat suci dan penuh kesadaran.
Proses ini bukan sekadar permulaan ritual, melainkan sebuah titik tolak spiritual yang sangat menentukan kemabruran haji ataupun umrah seseorang.
Selain memperhatikan segala hal yang bersifat lahiriah dalam pelaksanaan ihram, yang tak kalah penting—bahkan lebih utama—adalah hadirnya kesadaran ruhani dalam setiap gerakan dan niat.
Ihram bukan hanya kain putih tanpa jahitan. Ia adalah pakaian kefanaan (libās al-fanā’), simbol kesiapan seorang hamba untuk menanggalkan segala yang selama ini melekat dalam hidupnya: pangkat dan jabatan, kehormatan, kekuasaan, bahkan identitas dirinya yang paling dalam.
Ihram adalah pengakuan bahwa tak ada yang layak dibawa menghadap Allah kecuali kefakiran dan kehinaan seorang hamba.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Junaid al-Baghdadi:
"مَا وَصَلَ أَحَدٌ إِلَى الْبَيْتِ، حَتَّى يُحَرِّمَ الدُّنْيَا عَلَى قَلْبِهِ"
"Seseorang tidak akan sampai ke Tanah Haram, sebelum ia mengharamkan dunia dari dalam hatinya."
Berihram adalah momen penanggalan, bukan hanya pakaian, tapi segala bentuk keterikatan. Seolah-olah syariat berkata: "Kalau engkau ingin mendekat kepada-Ku, maka kosongkan dirimu dari selain-Ku.
Menanggalkan pakaian terbaik adalah isyarat meninggalkan keindahan duniawi yang selama ini dipuja.
Meninggalkan kebiasaan bertengkar, membunuh makhluk, atau memotong kuku, adalah latihan spiritual untuk melembutkan jiwa dan menundukkan nafsu yang liar.
Tidak memakai wewangian setelah berihram bukan hanya aturan lahiriah, tetapi isyarat untuk mematikan keinginan dipuji manusia, dan mencintai pandangan Allah semata.
Pakaian ihram menyamakan semua manusia. Raja dan rakyat memakai kain yang sama.
Tidak ada perhiasan, tidak ada kebesaran. Ini adalah simbol bahwa di hadapan Allah, hanya tauhid yang membedakan manusia. Siapa yang paling lurus tauhidnya, dialah yang paling dekat dengan-Nya.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian." (QS. Al-Ḥujurāt: 13)
Maka ihram adalah pelajaran tentang tawadhu’, kefakiran di hadapan Tuhan, dan keikhlasan niat.
Pakaian Ihram seperti kain kafan, sehingga sesiapa yang memakaikan dirinya pakaian ihram, hendaklah ia mengingat bahwa ia sedang menuju kematian. Bukan kematian jasad, tapi kematian Ego.
"Ihrammu adalah kain kafanmu. Thawafmu adalah perjalanan di antara dunia dan akhirat. Sa’imu adalah perjuangan ruhmu menuju kesempurnaan." Ibn ‘Arabi. Jika engkau telah memakai ihram, jangan hanya ganti pakaian. Gantilah juga hatimu.
Tanggalkan dunia, bukan hanya dari genggaman tanganmu, tetapi dari pikiranmu, dari hatimu, dari keinginan yang tersembunyi dalam lubuk jiwamu. Seorang salik sejati, tak hanya berihram dengan kain, tapi juga dengan hati.
Ia mengharamkan atas dirinya segala sesuatu yang bukan Allah. Ia tidak hanya melepas pakaian, tapi melepas keakuannya. Ia tidak hanya menanggalkan dunia dari tubuh, tapi membuang dunia dari dalam dada.
Maka semoga ihram kita bukan sekadar syarat perjalanan haji, tapi benar-benar menjadi gerbang perjumpaan, tempat kita melucuti segala yang fana, dan berserah sepenuhnya kepada Yang Maha Pengasih.
Biarlah kain putih itu menjadi saksi, bahwa kita datang tanpa membawa apa-apa, selain harap dan air mata, dan sebuah janji diam di dalam hati: "Ya Allah, aku datang kepada-Mu… hanya karena-Mu."
(Tamangapa, Grand Aroeppala)