Dalam aliran waktu yang mengalir begitu cepat, kita mengukir kenangan indah di balik tirai masa kecil. Di sana, tersemat kehangatan sebuah hubungan persaudaraan yang tak terkira. Senyum dan tangis kita bersama, membentuk melodi kehidupan yang mengalun indah di setiap jengkal langkah kita.

Namun, di antara hiruk-pikuk perjalanan hidup yang kini kita jalani, adakah ruang bagi kehangatan itu untuk tetap mekar? Saat terpaan badai memisahkan kita, apakah kita masih bisa merasakan getaran kebersamaan yang sama, seperti dulu ketika kita bermain bersama di bawah sinar matahari?

Di dalam ruang hening hati, kita merenung. Kita menatap jauh ke belakang, menggali setiap momen kebersamaan yang pernah kita lalui. Saat itulah, kita sadar akan nilai sebuah hubungan yang sesungguhnya, bukan sekadar ikatan darah, melainkan persembahan jiwa yang tak tergoyahkan oleh waktu dan ruang.

Namun, di tengah gemerlap dunia yang penuh dengan godaan, terkadang kita terlena. Kita melupakan esensi dari kebersamaan sejati, yang bukan hanya terwujud dalam momen-momen gemerlap, melainkan juga di dalam saat-saat paling sunyi dan sederhana.

Ketika satu telah mencapai puncak kejayaan, adakah ia masih mengingat saudaranya yang terjebak dalam remang-remang keputusasaan? Atau ketika satu terpuruk dalam labirin kehidupan, adakah tangan saudaranya yang menuntun keluar dari kegelapan?

Sungguh, dalam setiap helaan nafas, terukir kisah yang mendalam tentang cinta dan kasih sayang. Kita belajar bahwa saudara bukanlah sekadar kata yang terucap, melainkan perjanjian yang terukir dalam hati, yang mengikat kita dalam ikatan yang tak terputuskan oleh jarak dan waktu.

Jadi, di tengah keheningan malam yang sunyi, biarkanlah kita mengulurkan tangan, meraih satu sama lain. Biarkanlah air mata kita bersatu, menjadi saksi akan kuatnya ikatan yang mengikat kita sebagai saudara.

Sebab, di ujung perjalanan ini, yang akan kita bawa pulang bukanlah harta atau gelar, melainkan memori indah tentang kebersamaan yang telah kita bagi bersama. Dan di balik tirai cahaya senja yang memudar, tetaplah kita bersama, merangkai doa-doa yang tak terhingga, karena dalam kesunyian hati, kita tahu, kita tidak pernah sendiri.

Al-Fakir Munawir Kamaluddin