Gambar ”SAKIT BATIN: Sumber Segala Penyakit”


Dalam sunyi malam yang panjang, kadang tubuh kita rebah bukan karena lelah fisik, tetapi karena jiwa yang diam-diam menanggung luka. 

Kita terlalu sibuk merawat raga, mengukur kalori, mengejar pola hidup sehat, meneguk vitamin saban pagi, namun melupakan sesuatu yang jauh lebih dalam: jiwa yang sedang sekarat, pelan tapi pasti.

Di balik denyut nadi dan hasil laboratorium, ada tangis yang tak terdengar oleh stetoskop, kesedihan yang tertahan, amarah yang tak sempat diluapkan, kecewa yang mengendap menjadi racun perlahan. 

Kita pun lupa, bahwa banyak penyakit tidak lahir dari apa yang kita makan, tapi dari apa yang selama ini kita pendam dan tak pernah kita selesaikan.

Tulisan ini mengajak kita untuk menyelami kedalaman itu, menyingkap hubungan erat antara luka batin dan sakit fisik. 

Bahwa menyembuhkan tubuh tak akan pernah tuntas jika kita terus membiarkan jiwa kita retak tanpa perawatan. Saatnya menengok ke dalam: memaafkan, berdzikir, dan berdamai, karena raga hanyalah cerminan dari jiwa yang hidup atau sekarat.

Saat Jiwa yang Terluka Menyerang Raga

Orang tua dahulu kadang berpesan: “Bukan tubuhmu yang lelah, tapi jiwamu yang terlalu sering memikul beban yang tak terlihat.”

Dalam riuh zaman yang penuh dengan agenda dan ambisi, manusia begitu sibuk menjaga fisiknya: membatasi makanan berlemak, mengejar jam tidur ideal, hingga merogoh tabungan demi suplemen atau gym membership. 

Tetapi tetap saja, rumah sakit tak pernah sepi, dan penyakit terus datang, seolah tak peduli pada semua upaya preventif itu.

Pertanyaannya, apakah tubuh yang sakit itu hanya karena makan yang salah, atau karena jiwa yang tak lagi ramah?

Sebuah riset yang dilakukan oleh seorang profesor di Jepang menyibak satu kenyataan mencengangkan, sebagian besar penyakit berasal bukan dari fisik, melainkan dari luka batin yang lama terpendam. 

Data yang beliau temukan menyatakan bahwa 50% penyakit bersumber dari masalah spiritual, 25