Muharram telah tiba. Tanpa dentuman kembang api, tanpa riuh pesta yang menggema di langit kota.
Yang terdengar hanya bisikan waktu: “Apa kabar jiwamu hari ini?”
Bulan pertama dalam kalender Islam ini menyapa kita dengan sunyi yang mengundang renung, menyibak satu pertanyaan besar yang berulang tiap tahun: Untuk apa waktu terus bergulir, jika kita masih di tempat yang sama?
Makna Hijrah: Lebih dari Sekadar Sejarah
Hijrah bukan hanya peristiwa historis berpindahnya Rasulullah SAW. dari Makkah ke Madinah. Ia adalah simbol peradaban perubahan arah hidup dari kegelapan menuju cahaya, dari stagnasi menuju visi, dari kejumudan menuju kebangkitan.
“وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً”
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. An-Nisa: 100)
Hijrah adalah panggilan spiritual untuk meninggalkan sesuatu yang buruk menuju sesuatu yang lebih baik. Ia bukan sekadar langkah fisik, melainkan perjalanan batin: mengganti nilai, mengubah cara pandang, dan membenahi orientasi hidup.
Hijrah Intelektual: Dari Instan Menuju Renungan
Di tengah banjir informasi dan dunia yang serba instan, manusia perlahan menjauh dari kedalaman berpikir. Maka, hijrah intelektual menjadi kebutuhan zaman: beranjak dari pengetahuan reaktif menuju refleksi kritis.
Bukan lagi sekadar “tahu,” tapi mengapa tahu? Dan untuk apa tahu?
Hijrah intelektual bukanlah menambah bacaan tanpa pemahaman, tapi menumbuhkan hikmah di balik setiap ilmu.
Hijrah Spiritual: Meninggalkan Gemerlap, Menemukan Sunyi
Muharram adalah momentum mendekat kepada Allah dalam sunyi. Di tengah bising dunia, kita diajak berhijrah menuju ruang ruhani yang lebih tenang dan jernih.
Hijrah spiritual adalah saat ketika kita tak lagi menyembah karena takut, melainkan karena cinta.
Bukan karena ingin surga atau takut neraka, melainkan karena kerinduan akan kedekatan dengan Sang Pencipta.
Mungkin doa belum dikabulkan bukan karena Allah menjauh, tetapi karena Dia sedang mengundang kita untuk mendekat.
Hijrah Emosional: Melepaskan Luka, Menyambut Damai
Berapa banyak luka yang kita bawa bertahun-tahun? Hijrah emosional berarti menyembuhkan hati dari dendam, kecewa, dan beban psikologis yang tak perlu.
Maaf adalah bagian dari hijrah. Memaafkan diri sendiri pun adalah bentuk keberanian. Karena orang yang mampu berdamai dengan masa lalunya, dialah yang siap membangun masa depan.
Hijrah emosional adalah seni melepaskan beban yang tak lagi berguna untuk perjalanan berikutnya.
Hijrah Sosial: Dari Apatis Menuju Aksi Peduli
Hijrah bukan hanya soal personal. Ia juga menuntut keberpihakan sosial. Di tengah era keterasingan digital, saat orang lebih banyak menatap layar daripada wajah sesama, hijrah sosial berarti hadir dalam kehidupan orang lain dengan empati.
Mulai dari menyapa tetangga, mengunjungi yang sakit, memberi sedekah, hingga terlibat dalam kegiatan membangun masyarakat.
Karena Islam bukan hanya agama ibadah individual, tapi juga agama peradaban yang menebar rahmat bagi semua.
Refleksi Muharram: Momentum Kesadaran Baru
Tahun baru Hijriyah adalah panggilan untuk berubah. Bukan hanya mengganti kalender, tetapi memperbarui jiwa.
Kita tidak diminta menjadi sempurna, tetapi menjadi lebih baik dari kemarin.Dalam cahaya Muharram, kita diajak untuk: Menyusun ulang prioritas hidup,
Menguatkan komitmen spiritual,
Meningkatkan kualitas hubungan sosial, Menajamkan visi intelektual.
Karena sejatinya, yang paling merugi di tahun baru adalah mereka yang tidak membawa perubahan sedikit pun dalam hidupnya.
Sehingga dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Hijrah bukan langkah ringan, tetapi ia adalah langkah yang menjanjikan kelegaan.
Di setiap upaya mengubah diri, ada pertolongan dari langit. Tahun baru 1447 H ini bukan hanya momentum seremonial, tapi seruan eksistensial untuk kita semua mulai menyusun ulang hidup berdasarkan nilai-nilai yang lebih abadi.
Maka, di tahun ini… dari apa kita akan berhijrah, dan kepada apa kita akan menuju?
Selamat Tahun Baru Hijriyah 1447 H.
Mari menjemput cahaya dengan langkah yang jujur, hati yang bening, dan tekad yang tulus. Karena perubahan besar, selalu dimulai dari langkah pertama.# Wallahu A’lam Bishawab