Gambar ”Ramadan Saat Bertirakat” (19)

Saat bulan Ramadan memasuki penggalan waktu sepuluh hari terakhir, Nabi Muhammad saw diriwayatkan selalu melakoni iktikaf di masjid. Beliau juga menganjurkan kaum Muslim untuk melakukan hal yang sama. Iktikaf (dari bahasa Arab, i’tiqaf) adalah berdiam seklusif di dalam masjid, menapaki pelbagai ritual demi mendekatkan diri kepada Allah.

Mencermati segenap tuntutan ritual di dalam bulan ini, Ramadan dapat dikatakan sebagai bulan tirakat atau kontemplasi. Tirakat adalah laku atau aksi meditatif di mana seseorang berusaha melampaui anggitan rasional dan citra mental lalu mengasah rasa (dzauq, intuisi) demi merasakan pengalaman langsung dengan Allah.

Lewat aksi kontemplatif, seseorang dimungkinkan melakukan retrospeksi, introspeksi dan refleksi spiritual yang mendalam. Sesuatu yang terlalu mewah dilakukan secara intens di luar bulan Ramadan karena begitu banyaknya urusan duniawi.

Setelah sebelas bulan memburu properti, prestise dan prestasi duniawi, Ramadan datang menawarkan diri sebagai semacam jeda spiritual (spiritual hiatus). Sayangnya, selama ini, peran puasa sebagai periode ‘turun mesin’ jasmaniah masih jauh lebih populer daripada sebagai jeda spiritual. 

Kontemplasi menjadi ritual dasar dalam setiap agama. Ia merupakan suatu fase yang wajib dilalui oleh para pengelana (salik) dalam rute pengelanaan spiritual yang panjang dan berat. Menurut Aristoteles, karena bakat kontemplatif ini, manusia cenderung menyerupai malaikat dan dapat berkomunikasi langsung dengan Tuhan. Nabi saw. pernah bertitah, “Bertafakur satu saat lebih baik daripada beribadah tujuh puluh tahun.”

Sebelum menerima misi kerasulan, Nabi saw. menjalani hidup kontemplatif selama beberapa tahun di Gua Hira. Al-Qur’an (3: 191 dan 30:8) menyebut kontemplasi sebagai upaya merenungi dan memikirkan eksistensi alam semesta dan diri sendiri.

Hidup kontemplatif selalu mensyaratkan puasa dalam durasi dan gradasi yang beragam. Sudah menjadi tema klasik ceramah Ramadan, bahwa level puasa yang paling rendah adalah sekadar berpantang makan, minum dan berhubungan seksual dengan pasangan sah. 

Di level lebih tinggi, berpantang menggunakan panca indera dan akal kecuali pada hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Hanya yang dapat mencapai level ini yang mampu menjalani Ramadan sebagai moment kontemplatif (saya, jelas belum mampu! hehe).

Sebagai elemen dasar al-faqr (perasaan hina di hadapan Tuhan), puasa sangat disukai oleh Nabi saw. Beliau pernah bersabda, “Al-faqru fakhri” (kemiskinan spiritual adalah kebanggaan saya). Pernyataan ini mencerminkan kerendahan hati yang besar dan ketergantungan permanen kepada Tuhan dari manusia terbaik dan paling suci dalam sejarah ini.

Dalam tasawuf dikatakan, hanya dengan melumpuhkan fungsi-fungsi indera jasmaniahnya, barulah seseorang dapat mendayagunakan fakultas spiritualnya demi merasakan kehadiran, dan memandang, Yang Ilahi. Puasa adalah ritual yang paling efektif guna memasung bahkan melumpuhkan kebinalan organ-organ jasmaniah kita. 

Ibadah Ramadan mengorientasikan setiap Muslim menjalani hidup kontemplatif. Tahajud, zikir, munajat, doa, dan iktikaf di masjid adalah ritual-ritual yang lebih berorientasi kontemplatif. Namun, sebelum memulai kehidupan kontemplatif, seseorang harus terlebih dahulu melakukan pertobatan karena doa orang berdosa hanya akan bergema di ruang hampa.

Setelah bertobat, seseorang kemudian harus mengendalikan keinginan dan menahan diri dari kepuasan duniawi. Berikutnya, dia harus melatih pikiran dan sikap zuhd (asketik, menjauhi dunia) sehingga akhirnya dapat mencapai tahap ma'rifah (mengenal Allah). Dalam tasawuf, itu semua adalah sebagian dari stasiun (maqamat) dalam perjalanan spiritual "jalur khusus".
 
Di sisi lain, ritual komunal di masjid seperti salat tarawih memang dianjurkan. Namun, seharusnya Ramadan tidak hanya diidentikkan atau dibatasi dengan ritual demonstratif yang, jika tidak dilakukan dengan tulus dan serius akan, semakin kehilangan makna spiritualnya itu.

Ramadan yang dijalani secara kontemplatif memungkinkan seorang Muslim merasakan momen kelahiran kembali (spiritual reborn). Juga untuk memperoleh kemantapan dan visi spiritual. Atau untuk menemukan inspirasi dan imajinasi intelektual dalam rangka menjalani hidup pada sebelas bulan berikutnya.

Memang suatu paradoks sesungguhnya, bahwa di penghujung Ramadan masjid-masjid justru kembali sepi. Sebaliknya, pusat-pusat perbelanjaan kembali ramai. Yang biasa begadang hingga larut malam kembali terlihat di kedai kopi. Sementara ibu-ibu rumah tangga mulai sibuk mempersiapkan segala macam kuliner dan busana untuk menjalani hari raya idulfitri.

Dengan doa penuh harap dan ratapan rindu pada Ilahi, yang digemakan selama Ramadan ini, disertai laku tirakat yang dahsyat, kita berharap dapat menggugah hati tamu agung bernama Ramadan itu agar, di tahun depan, saat dia datang lagi, kita masih diberi umur untuk menyambut dan menjalani hari-harinya. []