Atas Rahmat serta hidayat-Nya diberilah kita waktu dan kesempatan menikmati karunia Syahrul Maghfirah lagi, tuk mengejar ampunan-Nya. Dengan Ramadhan, kita berburu pahala. Menyergap utilitas belas kasih-Nya, serta Mencengkram Rahman & Rahim-Nya.
Hadirnya Ramadhan bermaksud menghardik dosa-dosa tersembunyi yang sudah lama melengket paku jembatan. Sungguh, Rahmat-Nya melebihi luas segala dunia.
Dalam literatur dipahami bahwa Rahmat itu adalah kasih sayang Allah. Kasih sayang Allah diobral di dunia untuk semua manusia; baik orang yang alim-alim maupun TO MAMMALING-MALING.
Kendati distrik akhirat, semua orang yang MAMMALING-MALING tidak mendapat pasokan Rahmat-Nya lagi, hanya di dunia fana ini saja.
Lantas, bagaimana mengundang Rahmat Allah SWT itu? “Sami'nâ wa atho'nâ” (kami mendengar dan kami taat atas perintah-Nya).
Beda jika manusia menginstruksikan alias mengomandokan sesuatu. Harus “Sami’nâ wa fikir⊃2; nâ” (kami mendengar dan kami harus pikir⊃2;kan dulu bro”.
Intinya, Allah Swt ingin menjawab segala problema hidup manusia dengan satu kata: Rahmat.
Semua mafhum, bahwa Rahmat adalah anugerah Tuhan yang melimpah ruah, dan manusia selalu mengandalkannya untuk digunakan sesuai kebutuhan & keselamatannya.
Tidak sedikit orang tertebus dosanya dan diselamatkan jiwanya berkat karunia Rahmat-Nya.
Al-Kisah.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Nabi SAW bertutur:
“Dahulu ada seorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang⊃2; yang paling alim ditempati untuk bertaubat. Maka dia ditunjukkan pada salah seorang rahib.
Kemudian, ia mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?”
Rahib menjawabnya, ”Tidak! Kurang ajar, orang seperti kamu itu tidak diterima taubatnya”.
Seketika itu, si bajingan langsung menghunus KALEWANG SIDENRENG NA untuk menghabisi nyawa rahib itu.
Berarti genaplah 100 jiwa yang telah ia bunuh.
Berhubung Rahmat Allah Swt sudah mulai bertengger di dalam jiwanya, hinga gelisah ut mengobral pertanyaan kepada setiap orang ditemuinya.
Naluri si pembunuh ingin taubat, Desakan dorongan hati untuk insaf, Hari-hari yang dilaluinya kosong tanpa arti, Tiada kata terlambat, segera menuju sang Pemurah penerima maaf. Rasa takut begitu dahsyat terhadap neraka Jahannam. Rasa penyesalan menyembur, dan jera selalu melingkupi.
Tidak lama kemudian, ia menemukan seorang tua kharismatik. Di situlah si pembunuh bertanya. “Tunjukkan orang alim yang bisa saya tempati bertaubat”?
Orang tua kharismatik itu menunjukkan tempat sejenis Lembaga MUI, di sana banyak orang alim kamu bisa bertanya.
Berangkatlah si pembunuh ke tempat Lembaga Orang Alim. Tiba⊃2; di tengah perjalanan ia jatuh meninggal.
Pada saat itu turun 2 (dua) malaikat memperebutkan ruhnya hg berselisih, yaitu malaikat Rahmat & malaikat Azab.
Malaikat Azab mengatakan; “Ruh ini milikku, karena telah membunuh 100 orang”. “Sungguh teganya dirimu teganya teganya teganya teganya (sindir penyanyi Meggi Z).
Orang ini sulit dimaafkan, dosanya trilliunan, kalah nominalnya korupsi Pertamina rugikan negara 1 triliun.
Malaikat Rahmat berkilah, “Bukan milikmu itu bro, ini milikku”, karena diujung senja kematiannya insaf alias berangkat bertaubat.
Kedua malaikat bingungnisasi, siapa sebenarnya pemilik ruh pembunuh 100 jiwa itu?
Akhirnya, turun malaikat Jibril sebagai Hakim Pengadilan Tinggi.
Malaikat Jibril mengatakan kepada keduanya, “Ada masalah apa bro”?
Kedua malaikat memberikan alasan & argumennya masing⊃2;, sesuai pengamatan sensor alam malakutnya bahwa pembunuh itu milikku.
Malaikat Jibril mengatakan kepada keduanya, “Kalau begitu, coba ukur jarak langkah kaki pembunuh itu”.
Jika perjalanannya sudah dekat di tempat Lembaga Orang Alim, maka yang berhak memegang ruhnya adalah Malaikat Rahmat. Kecuali, langkah kakinya belum seberapa jauhnya bergerak dari tempat star, berarti miliknya malaikat Azab.
Wedede, diukur lagi kodong, mirip pengukuran jalan Nasional Trans Sulawesi Tanru Tedong-Compong-Larompong Luwu membutuhkan waktu lama.
Yang memusingkan kepala, karena ukuran langkah kaki sang pembunuh saat jatuh wafat “pas tengah jalan (fifty fifty)” antara yang dituju dan dari garis starnya.
Kedua malaikat semakin bingungnisasi, lalu berkata, “Kematiannya persis di tengah jalan bos!
Malaikat Jibril berkata lagi, “Jatuh kemana mayatnya?”
“Jatuh ke depan”, Serentak kedua malaikat Rahmat & Azab menjawab.
“Ukur lagi?”, perintah Malaikat Jibril.
“Hasil yang didapatkan, kepala pembunuh lewat sejengkal ke depan dari garis tengah”, mirip perlombaan tradisional tarik tambang 17 Agustus.
“Berarti yang tampil sebagai pemenang adalah malaikat Rahmat”. Ini keputusan final malaikat Jibril.
Masya Allah, begitulah Rahmat mengejar pendosa.
Bila Rahmat datang memaafkan dan kemudian memaafkan sang pembunuh 100 jiwa. Itulah rasa bersalah langsung keluar.