Pada suatu waktu yang tenang dan bersahaja, Panitia meminta saya memberi kata sambutan mulia sebagai wakil rektor I, Mewakili Rektor UIN Aluddin Makassar dalam peresmian buku Prof. Syafii Maarif tercinta di kampus satu UIN. Namun lebih dari sekadar sambutan, saya lantunkan puisi sederhana. Saya masih ingat peresmian buku itu, bersamaan Muktamar Muhammadiyah yang sedang dipusatkan di kota Angin Mamiri.
Usai turun dari mimbar, di kaki tangga mimbar, Buya Maarif mendekat, membisikkan kisah luar biasa: "Di Rusia," katanya pelan, "ada pertempuran sengit luar biasa, Yang hanya bisa dihentikan oleh satu hal— yaitu, puisi yang menggugah jiwa."
Saya terpana, ingin tahu lebih banyak makna, Siapa penyair itu? Puisi apa yang bisa hentikan luka? Namun Buya segera memberi sambutan, tanpa sempat kita berbicara lama. Waktu pun berlalu. Kami dalam kesibukaan masing-masing… dan yang datang justru kabar duka. Buya dipanggil Yang Maha Kuasa.
Kini tiada kesempatan lagi bertanya, Yang tinggal hanyalah doa dan rindu yang menganga. Al-Fatihah untukmu, Buya Maarif yang bijaksana— Pemujamu puisi, penyejuk bangsa. Saya mungkin penulis yang banyak berbicara masalah ijazah misteri. Saya beberapa kali menulis prosa dan terakhir tulisan imajinasi agar masalah puisi segera bisa dihentikan. Nampaknya, tambah ramai sehingga saya alihkan perhatian pada penulisan puisi, seperti di bawah ini, semoga puisi ini bisa menghentikan kegaduhan itu sebagai mana nasehat Buya Syafii Maarif di atas.
_______
IJAZAH MISTERI DI NEGERI ANTA BERANTA Oleh Ahmad M. Sewang
Jika suatu peristiwa menjadi kabur tak terbaca, Kita menyebutnya: misteri, teka-teki yang menggoda. Dalam dunia berita, misteri seperti madu bagi semut berita, Semakin buram, semakin mengundang selidik berjuta.
Ijazah, oh ijazah yang mestinya sederhana, Kini menjadi drama penuh tanda tanya. Jokowi, sang tokoh utama, Telah menjadikannya kisah yang penuh rahasia.
Negarawan, katanya, memudahkan yang rumit, Bukan membuat rakyat bertanya-tanya dan bertambah sakit. Lihat dari Sumatera Utara orang datang, Hanya ingin tahu, namun jawabnya tak datang-datang.
Ijazah itu makin diselubungi tabir tebal, Bukan dijelaskan, malah makin jadi skandal. Wartawan boleh melihat, tapi jangan dibahas, dan abadikan. Lalu di mana logika? Di mana garis tegas?
Katanya hanya bisa dibuka oleh hakim pengadil, Tapi mengapa misteri ini makin membuat hati gentar dan kerdil? Semakin lama disimpan, semakin banyak tanya berserakan, Semakin misterius, semakin ramai keraguan.
Yang satu bilang: asli, tak usah ragu! Yang lain berseru: palsu, kami punya bukti baru! Seandainya ijazah itu dibuka sejam saja, Barangkali semua akan tenang dan lega. Ada kabar mengembirakan dari Jokowi. Akan membawa ke meja peradil dengan alasan fitnah. Jakawi perlu yakin lebih dahulu apa definisi fitnah? Diperlihatkan dahulu bahwa ijazah itu asli. Jika sudah yakin, tanpa keraguan, ijazah itu asli. Masih diuber bahwa itu palsu, baru namanya fitnah. Sementara ijazah semakin ketat di map rahasia0. Lagi pula jika menghukum, bukankah yang dihukum rakyatmu pula?
Namun waktu berlalu, suara makin gaduh, Dari warung kopi hingga ruang pengadilan yang penuh peluh. Jika ternyata ijazah benar, rakyat sudah kadung lelah, Jika palsu, reputasi bangsa pun bisa terbelah.
Apakah ini harga yang layak dibayar? Untuk sekeping ijazah yang terlalu disembunyikan di lemari sejarah? Negarawan sejati mendahulukan damai dan rakyatnya, Bukan menciptakan kisruh demi menjaga wajahnya.
Ingatlah Jimmy Carter dari Amerika, Hidup bersahaja, tapi dihormati dunia. Karena ia negarawan sejati bukan tentang kuasa, Melainkan bagaimana ia menjaga nurani dan ketenangan bangsanya.
Wasalam, Kompleks GFM, 21 April 2025