Jika anda sedang berada di dalam mesjid Nabawi di Madinah, tepanya anda berada di depan kuburan Nabi apalagi berdoa sambil terisak-isak menangis, maka yakinlah bahwa keberadaan anda di tempat itu tidak akan berlangsung lama, sebab para  askar (tentara penjaga) akan segera mengusir anda dari tempat duduk atau berdiri. Kejadian ini seringkali penulis perhatikan termasuk ketika penulis beberapa hari lalu berada di mesjid Nabi. Penulis akhirnya memberanikan diri bertanya kepada salah seorang penjaga tersebut: “Mengapa tuan mengusir mereka yang khusyu memanjatkan doa untuk Rasulullah? Bukankah beliau layak dan pantas untuk dihormati? Askar itu menjawab dengan bahasa arab singkat; haram…syirik. 

Saya akhirnya memahami maksud para askar tersebut mengusir cepat orang yang bedoa menangis di depan makam Rasulullah tersebut. Tujuan intinya bukan mengusir para pendoa, tetapi para askar itu mengkhawatirkan jangan sampai para jemaah itu melakukan hal-hal yang dapat menjermuskan  mereka kepada kemusyrikan. 

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika para sahabat sedang asyik duduk, tiba-tiba Rasulullah saw lewat. Orang yang duduk itu kemudian berdiri sebagai tanda untuk menghormati Nabi, namun beliau menegur dan tetap meminta mereka duduk. Nabi khawatir dia akan dikultuskan oleh umatnya.

Dari cerita dan fakta doa di depan kuburan Nabi ini dapat ditarik  kesimpulan bahwa Islam sebenarnya melarang kultus persona, yaitu mengagungkan dan mengultuskan seseorang melebihi penghormatannya dan pengagungannya kepada Tuhan. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan manusia terjerumus ke dalam syirik khafi. Lalu Apa gerangan yang dimaksud dengan syirik khafi? 

Syirik bermakna menduakan Tuhan atau yang menjadi prinsip yang lebih diutamakan dari pada Tuhan. Di sejumlah ayat di dalam al-Quran, Allah menyatakan secara tegas tidak akan mengampuni dosa-dosa orang musyrik, dan hanya akan mengampuni dosa-dosa selainnya (QS. Al-Nisa: 116), bahkan Allah mengharamkan surga bagi orang-orang musyrik (QS. Al-Maidah:72)

Begitu pentingnya bahaya syirik ini,  para ulama lebih jauh lagi merinci syirik ke dalam dua kategori, yaitu syirik jali, dan syirik khafi. Syirik Jali adalah perbutan syirik yang dilakukan secara jelas dan terang. Model syirik seperti ini terbagi atas dua yaitu (a) Syirik i’tiqadi yaitu syirik karena secara tegas menyatakan ada Tuhan selain Allah, (b) syirk amali yaitu perbuatan manusia membawa kepada kemusyrikan seperti menyembah patung, berhala, objek tertentu seperti pohon, kuburan, dan meminta pelindungan atau pertolongan kepada sesuatu selain Allah.

Sedangkan syirik khafi adalah syirik yang tersembunyi, tidak tampak karena berpusat di dalam hati manusia. Syirik khafi adalah meletakkan berhala-berhala dunia di dalam hati dan memujanya melebihi tingginya kecintaan dan pemujannya kepadaTuhan, atau dengan kata lain kecintaan terhadap jabatan, kekuasaan, harta, anak, harga diri, dan lain-lain (berhala dunia) melebihi cinta kepada Tuhan.

Syirik Politik

Ketika sebagian masyarakat  memuji, memuja dan membela tokoh yang dikagumi, lalu mereka malakukan kekerasan seperti pembakaran gedung, dan tindakan anarkis lainnya di luar jalur konstitusional, karena tokohnya kalah dalam pertarungan (pemilu misalnya), pada hakikatnya mereka telah “mengagungkan, mengultuskan dan mencintai” tokohnya melebihi cinta kepada Tuhannya. Ketika sang tokoh mengundang untuk datang ke rumah atau ke sebuah tempat konsolidasi pemenangan pemilu, mereka datang dengan penuh semangat, baik di waktu siang atau malam. Akan tapi, ketika Tuhan memanggil mereka melalui azan, sebagian mereka mungkin tidak bersegera hadir memenuhi undangan Tuhan. Ketika sang tokoh memerlukan amunisi dana pemilukada, mereka mau memberi atau menyumbang dengan jumlah yang cukup banyak. Akan tetapi, ketika mesjid memerlukan infak dan sedekah, tangan mereka tampak enggan membuka dompet atau kantong untuk memberi. 

Kecewaan dalam pemilukada sejatinya tidak boleh merusak wilayah keimanan kita hadapan Tuhan dengan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan semangat tauhid. Tetapi mengembalikan kasus tersebut ke ranah hukum dan memberi kesempatan kepada para hakim untuk menentukan keadilan dan memutus perkaranya.  Fanatisme dan kultus persona dalam lingkaran politik seperti menggiring manusia masuk dalam wilayah syikr khafi, yaitu syirik yang kelihatannya tidak syirik tetapi pada hakikatnya dia telah memuja makhluk melebihi pemujaannya kepada Sang Khalik, atau dia takut kepada Sang tokoh melebihi takutnya kepada Tuhan.
  
Di bulan puasa ini kita patus bertanya, sudah murnikah tauhid kita di hadapan Tuhan? Ataukah masih banyak “berhala-berhala” di hati yang kita cintai dan sembah melebihi cinta dan penyembahan kita kepada Allah yang kesemuanya ini menyebabkan hilangnya rahmat (kasih sayang) Tuhan kepada manusia. Puasa sejatinya menegasikan “tuhan-tuhan” yang hadirkan di dalam jiwa manusia dengan segala bentuk pemujaannya. Puasa harus menjadi medium menihilkan segala bentuk pemuasaan hawa nafsu yang cenderung mengajak manusia menduakan Tuhan. 

 Selamat menjalankan ibadah puasa