Judul dari tulisan ini mungkin tidak enak didengar dan dibaca, apalagi jika yang menulis adalah orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap terhadap implementasi Information & Communication Technology (ICT)  atau  Teknologi Informasi dan Komunikasi atau yang disingkat TIK. Namun sengaja tulisan ini saya buat untuk mengingatkan kita semua bahwa “KEMUNGKINAN INI BISA SAJA TERJADI”,  meskipun UIN Alauddin telah mengeluarkan dana  yang sangat besar agar menjadi kampus berbasis TIK yang handal.

Kenapa saya katakan kegagalan implementasi TIK  ini kemungkinan bisa terjadi?  Ini mengacu pada kondisi nyata dilapangan, mengamati budaya kerja civitas akademika UIN Alauddin dan metode-metode pengembangandan dalam  implementasi  TIK dimasa lalu dan saat ini.

Ada beberapa komponen utama yang tanpa disadari akan  berperan dalam kegagalan ini,    yaitu  :

1.     Kebijakan TIK Universitas

2.     Sumber Daya Manusia Civitas Akademika UIN Alauddin

  • Pimpinan Universitas, Pimpinan Fakultas, Pimpinan Pusat & Lembaga
  • Kepala-Kepala Bagian di tingkat Universitas sampai di tingkat Jurusan
  • Para karyawan yang menjadi operator teknologi informasi dan komunikasi
  • Tenaga Ahli dibidang TIK

3.     Sistem Informasi

4.     Infrastruktur Jaringan Komputer Universitas

Melihat komponen diatas, seolah-olah kita semua menjadi tertuduh yang menyebabkan kegagalan ini, tapi inilah kenyataannya, setiap warga UIN Alauddin akan bertanggung jawab terhadap kegagalan ini, jika kita tidak mengubah sikap dan cara pandang kita terhadap implementasi TIK ini.

Namun jika kita mampu memahami dan mengerti arah dan tujuan implementasi TIK ini, maka Insya Allah kegagalan yang saya prediksikan tidak akan terjadi. Jadi di tulisan ini dibagian akhir akan memberikan tawaran solusi jika kita ingin bersama-sama membangun UIN Alauddin menjadi kampus yang berbasis TIK handal.

1.     Kebijakan Universitas

Kebijakan Universitas tentang TIK sebenarnya telah dituangkan dalam Blueprint TIK UIN Alauddin yang bukunya sudah disebarluaskan ke pimpinan universitas dan fakultas, hanya saja  masih sedikit yang memahami arah dan kebijakan TIK berdasarkan pada buku tersebut. Memang terasa cukup sulit memahami kebijakan TIK ini, namun kebijakan ini dapat dipertanyakan dan didiskusikan kepada yang memahaminya, dengan menghubungi Puskom atau langsung berdiskusi dengan tim pembuat bukunya.

Saat ini menurut saya belum banyak pimpinan di UIN Alauddin yang belum mengerti arah dan kebijakan TIK UIN Alauddin, padahal ini sangat penting dalam implementasi TIK. Kebijakan harus dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam implementasi ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan urutan yang benar. Jika arah dan kebijakan ini tidak diketahui, maka dampaknya tahapan-tahapan menjadi tidak benar, dan ini otomatis akan mengacaukan perencanaan implementasi TIK yang akan dibuat. Sebagai contoh, misalnya tahun 2010 UIN Alauddin fokus pada infrastruktur jaringan komputer dengan mengkoneksikan seluruh computer, namun jika pimpinan tidak paham tahapan-tahapannya, bisa jadi ada kebijakan dari unit kerja atau fakultas yang ingin membangun sistem informasi sesuai dengan unit kerjanya dan disetujui oleh pimpinan. Akibatnya apa?  Infrastruktur belum siap, SDM belum siap, sistem informasi diimplementasikan, dan hasilnya adalah  sistem yang dibangun tidak bisa bekerja secara optimal yang berujung akhir menjadi pada aplikasi yang tidak berguna, dan menghilang seiring berjalannya waktu.  Persoalan ini merupakan kasus-kasus yang sering terjadi, utamanya banyak terjadi di instansi pemerintahan.   

Berikutnya yang menyangkut kebijakan, perlu dipahami jika kita melakukan implementasi  Sistem Informasi Manajemen Kampus Terintegrasi, maka ini sama dengan “CHANGE MANAGEMENT”, pimpinan dan seluruh civitas akademika harus siap mengubah cara kerjanya, karena sebagian besar prosedur kerja akan berubah.  Jika Implementasi Sistem Informasi tidak mengubah cara kerja kita, maka Sistem Informasi itu kemungkinan besar akan gagal dan tidak terpakai, karena apa gunanya pakai sistem informasi kalau prosedur kerja kita tidak ada yang berubah menjadi lebih efesien dan efektif.

 
2.     Sumber Daya Manusia Civitas Akademika UIN Alauddin

       a)     Pimpinan Universitas, Pimpinan Fakultas, Pimpinan Pusat & Lembaga


Pimpinan Universitas, Fakultas dan Pimpinan Pusat & Lembaga punya peran yang sangat besar dalam implementasi TIK di UIN Alauddin. Tidak cukup dengan kalimat  “Kami Mendukung Pengembangan TIK di UIN Alauddin”, perlu komitmen yang kuat dari segenap pimpinan serta pemahaman arah dan kebijakan TIK UIN Alauddin yang sama, sehingga kebijakan TIK yang diambil atau disuarakan dari bawahan tidak asal diterima dan dibangun, tapi memperhatikan arah dan strategi pengembangan TIK UIN Alauddin serta tahapan-tahapan pengembangan TIK secara keseluruhan.

Kita akan gagal jika pimpinan hanya mengharapkan satu unit kerja saja seperti Puskom yang akan menangani ini semua, meskipun Puskom diberikan dana yang sangat besar, karena TIK bukan semata-mata hanya butuh uang, tapi butuh sinergi dari semua komponen dalam lingkungan internal UIN Alauddin.

       b)     Kepala Bagian di Tingkat Universitas sampai Jurusan

Dibawah pimpinan ada level bagian-bagian, dilevel ini kebijakan kampus diterjemahkan kedalam bentuk  rencana kerja,  rencana kerja inilah yang menjadi aktivitas harian dari bagian-bagian dalam lingkungan internal  UIN Alauddin.  Setiap bagian pada dasarnya dapat mengubah prosedur kerja menjadi lebih baik dengan bantuan computer dan aplikasi pendukung kerja. Setiap bagian bisa saja membangun sistem informasi masing-masing, hanya saja  kadang tanpa disadari apa yang dibangun oleh bagian-bagian itu tumpang tindih dengan kebijakan TIK UIN Alauddin yang dikelola oleh Puskom.  Jika kita berjalan sendiri-sendiri,  dan tidak tercipta sinkronisasi kerja dan koordinasi antar bagian yang buruk, maka prediksi kegagalan ini akan menjadi nyata.

Banyak kegagalan implementasi TIK disebabkan oleh “ego sektoral”, setiap bagian merasa paling paham dengan kerjanya dan mereka memesan sendiri aplikasi TIK untuk dipakai dibagiannya, banyak yang berpikir tinggal membeli aplikasi/software kemudian minta dilatih sama penjual aplikasinya, maka persoalan TIK nya menjadi beres, kenyataannya dilapangan tidak sesederhana itu.

       c)      Karyawan sebagai Operator TIK

Peran karyawan dalam TIK disebut sebagai pengguna akhir (end user), disinilah sebenarnya operasional kerja yang sesungguhnya. Karyawanlah yang mengoperasikan sistem TIK yang kita buat. Namun diawal implementasi TIK biasanya banyak terjadi error dan kesalahan yang kadang-kadang membuat pekerjaan karyawan menjadi salah dan harus mengulangi pekerjaannya. Pada posisi seringnya terjadi kesalahan aplikasi ini merupakan titik paling rawan bagi karyawan, Karena mereka dititik ini akan menyalahkan sistem, menghujat sistem dan kadang juga menyalahkan siapa yang membawa sistem ini masuk. Dan biasanya berakhir dengan karyawannya tidak mau lagi  menggunakan sistem tersebut, dan merasa pekerjaan manualnya adalah pekerjaan paling enak, sehingga tidak ada keinginan lagi untuk menggunakan sistem  TIK. Jelas kita akan gagal kalau mental  karyawan kita seperti ini, kebanyakan karyawan sudah berada pada “zona nyaman”, sehingga perubahan akibat masuknya sistem informasi dianggap sebagai  hal yang membawa pekerjaan tambahan dan merepotkan saja.

       d)     Tenaga Ahli dibidang TIK

UIN Alauddin dan juga banyak instansi dipemerintahan sangat sulit merekrut tenaga-tenaga ahli dibidang TIK, hal ini karena sistem rekruitmen pemerintah yang ada di penerimaan CPNS  memang menyulitkan tenaga ahli untuk masuk.  Contoh kecil: Untuk menerima PNS Pranata Komputer, tes yang dilakukan adalah Tes Potensi Akademik (TPA),  yang terbaik di TPA ini, itu lah yang akan diterima. Lalu dimana keahlian komputernya diuji? Bagaimana jika kita ingin menerima tenaga TIK dengan keahlian khusus (spesialis) seperti ahli Jaringan Komputer, ahli Database, Programmer ahli, ahli dibidang  Keamanan Komputer, ahli dibidang Pengembangan Aplikasi berbasis web dan berbagai spesialisasi yang sebenarnya kita sangat butuhkan. 

Di Puskom untuk menutupi kebutuhan SDM dengan memperhatikan kondisi anggaran UIN Alauddin digunakanlah mahasiswa yang potensi keahlian TIK-nya sangat baik dari jurusan Teknik Informatika. Selain murah mahasiswa atau alumni potensial yang baru tamat biasanya memiliki kinerja dan kemampuan belajar yang sangat baik dan cepat, tapi perlu diingat tidak semua mahasiswa teknik informatika  memiliki potensi keahlian TIK yang sangat baik, paling tidak hanya ada 10%  mahasiswa teknik informatika saat ini yang betul-betul bisa menjadi spesialis dibidang TIK.

Namun dari sini timbul lagi persoalan baru, begitu kita menggunakan SDM mahasiswa atau alumni baru  dengan menggajinya dibawah Upah Minimum Regional (UMR), maka sulit bagi kita untuk menahannya dan tetap menjadikannya sebagai tenaga-tenaga spesialis yang dimiliki oleh UIN Alauddin. Setelah kita bina, kemudian memberikan mereka pengalaman-pengalaman nyata di lapangan, sampai menjadikan mereka ahli dibidang TIK, ternyata kita tidak mampu membayar mereka dengan layak, maka akan menjadi hal yang logis jika mereka akan meninggalkan UIN Alauddin dan sekaligus meninggalkan tanggung jawabnya, dan akhirnya kita mengalami kekosongan SDM lagi, dan kita akan mulai dari nol kembali untuk membentuk SDM baru lagi.

Inilah persoalan-persoalan SDM dibidang TIK, jika kita tetap sulit menyediakan SDM dengan keahlian atau spesialisasi TIK dan tidak ada kebijakan yang bisa mendukung keberadaan tenaga-tenaga spesialis dibidang TIK ini, maka infrastruktur jaringan computer, data center, dan sistem informasi kampus akan menjadi barang-barang yang tidak terawat, tidak terpakai dan akhirnya menjadi tidak berguna.

 
3.     Sistem Informasi

Seperti saya sebutkan sebelumnya bahwa tahun 2010 adalah tahun pembangunan Infrastruktur TIK dengan konsep “All Computer Connected”. Maka ditahun 2011 kita masuk pada Implementasi Sistem Informasi Kampus Terintegrasi dengan konsep “Sistem Informasi=Change Management”.

Saat ini sudah ada beberapa sistem informasi yang digunakan UIN Alauddin, diantaranya Sistem Informasi Akademik (SIAKA), Sistem Informasi Keuangan, Sistem Informasi Pegawai, dan Sistem Informasi Aset. Semua Sistem Informasi ini berdiri sendiri, sehingga tidak ada integrasi data didalamnya dan tidak dapat memberikan laporan ke pimpinan dengan meilhat semua aspek dari sistem informasi.

Diawal tahun 2010, telah disepakati diantara Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) bahwa dalam penerapan Sistem Informasi akan digunakan Platform yang  Berbasis Web dengan PHP sebagai bahasa pemrogramannya dan MySQL sebagai databasenya. Jika mengacu pada kesepakatan diatas, maka Sistem informasi dengan basis Desktop akan mulai ditinggalkan. Dan Sistem Informasi yang ada di UIN Alauddin saat ini sebagian besar berbasis Desktop.

Untuk itulah ditahun 2011 kita akan mulai menggantikan sistem informasi berbasis desktop dengan sistem informasi berbasis web.

Pengalaman mengajarkan kita dalam implementasi sistem informasi  manajemen  faktor yang paling berperan penting adalah SDM. Ada cerita di masa lalu mengenai pembelian Sistem Informasi Kampus oleh UIN Alauddin dari perusahaan terkemuka di Indonesia. Setelah perusahaan tersebut mempromosikan Sistem Informasinya, maka UIN Alauddin tertarik untuk membelinya, maka dibelilah sistem tersebut dan diimplementasikan di UIN Alauddin, singkat cerita sistem ini gagal, pimpinan UIN menyalahkan perusahaan tersebut, namun si perusahaan tidak mau disalahkan dengan alasan bahwa UIN Alauddin tidak mempersiapkan SDM nya dengan baik.

 Apa yang harus kita pelajari dari kasus ini :

  a. UIN Alauddin berpikir bahwa dengan membeli Sistem Informasi Kampus, maka semua keunggulan yang dijelaskan pihak perusahaan langsung jadi, kenyataannya tidak seperti itu.

  b. Pihak Perusahaan kita salahkan karena mereka tidak mengingatkan kita pentingnya mempersiapkan SDM yang akan menangani sistem tersebut, bukan kita salahkan karena menawarkan aplikasi itu.

  c. SDM yang kita siapkan hanya di level operator, sehingga jika terjadi error pada program, kita sangat tergantung dari programmer perusahaan tersebut, begitu habis masa garansi, programmernya tidak mau datang lagi, akhirnya sistem dinyatakan rusak.

Ditahun 2011, terdapat anggaran pembelian Sistem Informasi Kampus Terintegrasi dan pelatihan SDM di level Operator sistem,  Kondisi ini ada kemiripan dengan cerita sistem informasi kampus diatas. Jadi jika kita mengulangi kesalahan ini, maka kegagalan implementasi Sistem Informasi Kampus  sudah menghadang didepan kita.

 

4.     Infrastruktur

Infrastruktur TIK atau Infrastruktur Jaringan Komputer UIN Alauddin saat ini, merupakan komponen yang paling siap untuk digunakan. Saat tulisan ini dibuat baru saja koneksi Internet didistribusikan ke fakultas-fakultas dan unit-unit kerja. Terlepas dari beberapa kekurangan  dalam desain infrastruktur jaringan komputer dan belum optimalnya beberapa perangkat TIK di Data Center, secara keseluruhan infrastruktur jaringan computer sudah dapat difungsikan dan berjalan dengan baik.

Namun harus diingat infrastruktur jaringan computer yang nilainya miliaran rupiah ini, harus dijaga dan dirawat, baik secara fisik (dari kecurian atau pengrusakan), maupun secara logic (dari gangguan virus, hacker dan sejenisnya). Untuk itu harus ada SDM  spesialis dibidang Jaringan Komputer dan Keamanan Jaringan Komputer serta Keamanan Kampus juga.

Jika tidak ada SDM seperti yang saya sebutkan diatas, maka yakinlah umur infrastruktur jaringan computer kita tersebut tidak akan panjang.

Tentunya tidak bijak jika prediksi kegagalan ini tidak disertai dengan solusi mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi diatas, untuk itu saya akan siapkan jawabannya di tulisan saya berikutnya dengan Judul “IMPLEMENTASI TIK UIN ALAUDDIN AKAN BERHASIL JIKA………”  Sambungan tulisan ini akan saya posting diwebsite UIN Alauddin (www.uin-alauddin.ac.id)
-Ridwan Andi Kambau (Ka.PUSIKOM)