Setelah menyelesaikan studi tahun 1977, orang pertama yang memperkenalkan saya ke publik adalah Dr. Waspada Santing, redaktur Harian Fajar di Makassar. Ia memperkenalkan saya melalui sebuah seminar di aula Harian Fajar dengan tema "Kebiajakan Pada Periode Nabi di Madinah."
Seperti ada perjanjian tak tertulis, setiap kali saya berada di Makassar dan punya aktivitas, selalu ada Husni Djamaluddin, bahkan ketika beliau di tengah berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya sejak lama. Demikian pula sebaliknya. Dalam pertemuan sebelum seminar dimulai, Husni Djamaluddin mengajukan pertanyaan kritis kepada saya: "Apa kelebihan Nabi pada periode Madinah?" Saya menjawab singkat bahwa keunggulan Nabi ﷺ di Madinah adalah kemampuannya membangun semangat persatuan umat Islam.
Apa kelebihan Nabi dalam menghadapi non-muslim di Madinah?
Namun, sebelum membahas lebih jauh masalah di atas, perlu dikemukakan bahwa Nabi ﷺ tampaknya sudah mengincar Madinah sebagai pusat dakwahnya sejak masih di Mekah. Sebagai langkah awal, beliau mengutus seorang mubaligh bernama Mus'ab bin Umair untuk menyebarkan Islam sekaligus mengamati situasi di Madinah dan melaporkannya kepada beliau. Dari laporan Mus'ab bin Umair, diketahui bahwa Madinah memiliki potensi besar sebagai pusat persemaian Islam di masa depan. Berkat usaha dakwah Mus'ab, sebelum Nabi ﷺ hijrah, Islam telah berkembang di Madinah dan memiliki banyak pengikut. Atas dorongan Mus'ab pula, Nabi ﷺ akhirnya berhijrah ke Madinah bersama para sahabat.
Langkah pertama yang dilakukan Nabi ﷺ di Madinah adalah membangun persatuan di kalangan umat Islam dengan menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas sosial dan keagamaan. Namun, Nabi ﷺ segera menyadari bahwa masyarakat Madinah terdiri dari berbagai suku dan agama, termasuk komunitas Yahudi. Untuk menjaga harmoni dan menciptakan tata kehidupan yang adil bagi semua pihak, beliau menetapkan Piagam Madinah sebagai landasan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Piagam Madinah berisi lebih dari 40 pasal yang menegaskan bahwa Madinah adalah tanah air bersama yang harus dipertahankan oleh seluruh penduduknya jika ada ancaman dari luar. Salah satu pasal yang berbicara perdamaian antara umat beragama, yakni pasal 22, berbunyi:
إِنَّ يَهُودَ بَنِا عَوْفٍ أُمَّةٌ مَعَ المُسْلِمِينَ، لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ وَلِلْمُسْلِمِينَ دِينُهُمْ
"Sesungguhnya Yahudi Bani Auf adalah satu umat bersama kaum Muslimin. Bagi Yahudi agama mereka, dan bagi Muslimin agama mereka."
Ilmuwan Inggris, Montgomery Watt, menyebut Piagam Madinah sebagai the first constitution in the world, sementara almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid mengatakan bahwa Piagam Madinah lahir mendahului zamannya. Seorang kolega saya, Prof. Dr. Ahmad Sukarja, bahkan menyatakan bahwa substansi Piagam Madinah memiliki kemiripan dengan Piagam Jakarta, sehingga ia mengangkatnya sebagai tema disertasinya.
Wassalam, Kompleks GFM, 17 Februari 2025