Tuanku Ahmad al-Badawi bertutur: “Sesungguhnya orang-orang fakir itu ibarat (pohonj zaitun. Di antara mereka ada kecil dan ada yang besar. Barang siapa tidak memiliki minyak, akulah minyaknya. Aku membantunya dalam semua urusannya dan pemenuhan berbagai hajatnya. ' Bukan dengan dayaku dan bukan pula dengan kekuatanku. Tetapi, dengan keberkahan Nabi saw."
Sang Arif Syekh Ahmad Muhammad Hijab adalah murid Sayyid Ahmad al-Badawi, kendatipun keduanya dipisahkan tujuh abad! Sang Wali Outhub al-Badawi berpulang ke pangkuan Tuhannya pada 675 H, sedangkan muridnya, Syekh Hijab, berpulang pada 1398 H/1978
Ruhani sang guru mendidiknya dan sang murid berhasil meraih banyak kebaikan lewat tangan sang guru. Sang murid menulis sebuah kitah berharga mengenai gurunya dengan judul al-'Izhah wa al-Ttibar Hayah al-Sayyid al-Badawi al-Dunyawiyyah wa -Barzakhiyyah. Karena itulah ia menjadi orang terba. ik yang menjelaskan kepada kita perkataan syekh dan gurunya ini,
Syekh Hijab mengungkapkan:
Sayyid al-Badawi r.a. memaksudkan bahwa orang. orang fakir tak ubahnya seperti zaitun yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang besar dan ada yang kecil.
Yang besar adalah orang yang kalbunya telah terpenuhi cahaya dari cahaya-cahaya Sang Hag sebagai hasil dari zikir kepada Allah dengan zikir yang banyak.
Sang sayyid r.a. menyerupakannya dengan zaitun besar, karena zaitun besar kaya dengan zat yang dapat menghasilkan penerangan, yaitu minyak.
Jadi, orang fakir yang besar seperti zaitun besar lantaran keduanya mengandung materi cahaya. Orang fakir yang bersifat begini berarti ia telah tersambung dengan Allah dan Rasul-Nya. Ia mendapatkan berbagai cahaya dan makrifatnya dari Allah dan Rasul-Nya secara langsung. :
Adapun orang fakir yang kecil adalah orang yang menjaga berbagai kaidah syariat namun tidak menembus kebiasaan dalam zikir yang banyak kepada Allah, sehingga hijab tidak tertembus baginya dan cahaya da
Jam hatinya belum sempurna. Sang sayyid r.a. menyerupakan fakir kecil dengan zaitun kecil, karena zaitun kecil tidak kaya dengan zat minyak, bahkan hanya berisi sedikit minyak atau kosong sama sekali. Jadi, para wali kecil weperti maitun kecil lantaran Iu korangan keduanya dari (kelotiban| materk guturyik Wall yang bersifat begini berarti ta butuh orang yang menyokany dan mennpangnya hingga ia sampat ke da rajat kesempurnuan dan ketersambungan dengan Ailah Tasia Jan Rasul Nya saw. .
Sang Wali Quthub al Badawi mengatakan “Barang siapa tidak memiliki minyak. akulah minyaknya”
Maksudnya: “Barang siapa belum mendapatkan cahaya (langsung) dari Tuhannya, akulah cahayanya?
(Yakni,) dia membimbingnya ke jalan (menuju Sang Haq dan menunjukinya jalan serta menjadi pertolongan baginya dalam pencapaian tujuannya dan penepuhan berbagai hajatnya.
Bukan dengan daya dan kekuatannya, tetapi dengan keberkahan Nabi saw.
Sang sayyid r.a. mengikrarkan dalam pesannya ini bahwa prinsipnya adalah prinsip-prinsip sosial yang berjalan berdampingan dengan prinsip-prinsip agama yang lurus. -
Karena itu, dia tidak membiarkan orang fakir kecil yang serupa dengan zaitun kecil mengering, mati, dan terbuang di tanah lapang, tetapi dia wakafkan hidupnya serta dia hibahkan dirinya untuk membina orang fakir yang kecil sampai besar, menutrisi orang yang lemah, sampai kuat, serta memeliharanya dengan baik sampai ' tumbuh sempurna dan jadi besar.
Syekh Hijab mengatakan:
Kita dapat memetik dari pesan ini tiga hakikat penting: . Sayyid Ahmad al-Badawi telah memiliki hubungan yang sempurna dengan Rasulullah saw., kareng bantuannya untuk orang-orang fakir yang masih kecil didapatkannya dari hadirat Rasulullah saw, bukan dengan daya dan kekuatannya sendiri, dan oleh sebab itulah dia termasyhur sebagai Bab al. Rasul (Pintu Rasul):
Sang sayyid memanfaatkan dan mempergunakan hubungan ini untuk melayani para wali yang masih kecil, menyempurnakan mereka serta membimbing mereka menuju kebaikan mereka, dan oleh sebab itulah dia termasyhur sebagai Sulthin al-Awliy2 (Sultan Para Wali):
Hal itu menunjukkan dengan jelas keluhuran hasratnya, keluasan futuhnya, serta mengalirnya berbagai sebab kebaikan melalui tangannya, dan oleh sebab itulah dia termasyhur sebagai Murabbi al-Salikin (Pendidik Para Salik).
Karena itu pula, para wali sepakat atas penghormatan, pengagungan, dan mahabah kepadanya kendatipun bejana mereka berbeda-beda dan tarekat mereka bermacam-macam. Dan, engkau lihat sang sayyid r.a. menyampaikan hakikat-hakikat penting ini serta menetapkannya untuk dirinya dalam perkataannya itu dengan cara tasybih (penyerupaan) nan terasa manis dan inovatif yang orang tak temukan di dalamnya sedikit pun kesombongan atau kebanggaan. Sang sayyid menelaskan bahwa dia membantu orang-orang dengan | — berbagai anugerah (pada diri|-nya, membuka kalbu-kalhu dengan berbagai makrifat (pada diri)-nya, serta me0 | nerangi jalan di depan setiap salik yang kebingungan, .tanpa tertuduhkan kepadanya satu kata pun yang me|. ngandung klaim atau kesombongan. Dikutip dari kitab Min Ma'arif al-Sadah al-Shufiyyah karya Syekh Muhammad Khalid Tsabit...