Pernahkah engkau duduk di senja hari, memandangi langit yang perlahan kehilangan warna, lalu hatimu tiba-tiba menyesak oleh satu kenangan, seseorang yang dulu kau cintai, yang kini hanya tinggal nama dalam doamu yang ragu?
Pernahkah engkau mengingat seseorang yang tak lagi kau sapa, bukan karena tak sempat, tapi karena hati telah lebih dulu menutup pintu?
Karena itu , mengapa kita memilih bertengkar ketika bisa memilih memahami?
Apakah keinginan untuk menang dalam perdebatan sebanding dengan hilangnya kedamaian hati?
Adakah kemenangan yang sejati dalam sebuah pertengkaran, atau hanya ada dua yang kalah, yang bicara dan yang didengarkan?
Mengapa ego kita begitu besar, hingga membuat kita tega melukai hati yang selama ini membersamai kita?
Bukankah cinta, persaudaraan, dan pengertian lebih berharga dari satu kalimat yang harus dipaksakan benar?
Apakah kita sadar bahwa setelah bertengkar, yang tertinggal bukan hanya kata-kata, tapi juga luka yang tak selalu sembuh oleh waktu?
Jika pertanyaan-pertanyaan ini membuat hati resah dan membenarkannya maka biarlah tulisan ini mengantarkan pada jawaban, atau setidaknya pada satu kesadaran.
Ketahuilah….Bukan bencana besar yang memisahkan kita, bukan pula petaka takdir yang mengoyak ikatan itu, melainkan pertengkaran, api kecil dari lidah yang tak dijaga, yang menjalar lalu membakar seluruh taman kebersamaan.
Sungguh, betapa sering kita menyaksikan rumah-rumah megah yang sepi, karena di dalamnya, pertengkaran menggantikan pelukan.
Suara tinggi menggantikan doa lembut,dan gengsi mengubur kata “maaf” yang seharusnya tumbuh dari kesadaran.
Pertengkaran hadir bukan karena kita berbeda, tapi karena kita terlalu sibuk membuktikan siapa yang lebih benar, tanpa sadar bahwa kebenaran tak membutuhkan suara yang paling keras, hanya hati yang paling jernih.
Dalam pertengkaran, tidak ada yang benar-benar menang. Yang ada hanyalah dua hati yang saling melukai, dua jiwa yang saling menjauh, dan dua cerita yang retak di tengah jalan.
Kadang, kita begitu ingin mengalahkan orang lain dalam adu argumen, hingga lupa bahwa kita telah kalah dalam menjaga cinta dan persaudaraan.
Di antara kita, ada yang saling menjatuhkan hanya karena beda pendapat, ada yang saling menuduh hanya karena salah paham, ada pula yang bertahun-tahun tak saling sapa, karena sebuah kata yang terucap tanpa makna,namun menyisakan luka yang tak bisa dilupa.
Pertengkaran adalah jalan sunyi menuju kesepian. Ia tidak hanya merobek komunikasi, tetapi juga membungkam cinta, menumbuhkan dendam, dan
menghapus sejarah yang semula indah.Padahal Rasulullah SAW. telah mengingatkan dengan lembut:
“أحبُّ الناسِ إلى اللهِ أنفعُهم للناسِ، وأبغضُهم إليهِ المُشاحنُونَ"
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, dan yang paling dibenci-Nya adalah mereka yang saling memutus (hubungan) dan bermusuhan.”(HR. Thabrani)
Lalu…Mengapa kita terus memilih bertengkar?
Apakah harga dari menang dalam debat, sebanding dengan kehilangan orang-orang yang dahulu kita peluk dalam hangatnya ukhuwah?
Apakah kemenangan dalam perdebatan lebih berarti,
daripada kekalahan dalam menjaga kedamaian jiwa?
Di sinilah letak luka zaman ini, kita lebih pandai berbicara, tapi tak pandai menyembuhkan; kita lebih mahir berargumen, tapi tak pandai merangkul.
Maka, melalui tema ini, kita tak hanya akan menyelisik apa itu pertengkaran, tapi juga menelisik mengapa ia begitu merusak, apa saja akar yang menyuburkannya,
dan bagaimana kita bisa keluar dari labirin luka yang ditinggalkannya.
Mari kita renungi, bukan sekadar untuk menyesali, tetapi agar kita menemukan jalan pulang menuju cinta yang sempat tersesat, menuju ukhuwah yang sempat renggang, menuju hati yang rindu damai.
Akar Pertengkaran : Ketika Ego Menjadi Tuhan Kecil dalam Diri
Pertengkaran tidak lahir dari ketiadaan, ia tumbuh perlahan dari benih-benih luka yang disiram dengan prasangka, dibiarkan mekar dalam tanah keangkuhan,
dan berbuah dalam bentuk kata-kata yang menusuk lebih tajam dari pisau.
Kita sering bertengkar bukan karena persoalan besar, tapi karena ego yang membesar,
karena kita lebih memilih “untuk didengar” daripada “mendengar,”
lebih sibuk menilai, daripada memahami.
“ما دخل الرفق في شيءٍ إلا زانه، وما نُزع من شيءٍ إلا شانه"
“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan ia membuatnya buruk.”(HR. Muslim)
Namun hari ini, kelembutan telah tergeser oleh ketegasan yang berlebihan, ketegasan berganti jadi kekerasan hati,dan kekerasan hati berubah menjadi pertengkaran yang tak lagi mengenal waktu dan tempat.
Pertengkaran terjadi karena kita memelihara dendam dalam diam,
karena luka yang tak diobati berubah menjadi bom waktu,
dan ketidakterbukaan menjadi jalan bagi salah paham.
Bukan Diskusi, Tapi Ajang Menjatuhkan
Perbedaan seharusnya memperkaya cara pandang, bukan mempersempit ruang jiwa.
Namun ketika diskusi berubah menjadi pertengkaran, maka niat untuk memahami bergeser menjadi keinginan untuk menguasai.
Diskusi yang sehat adalah ruang cinta, di mana ide-ide bertemu, bukan bertabrakan.
Namun pertengkaran adalah palung gelap, di mana suara bukan untuk menyapa, tapi untuk menekan.
“Berbeda itu wajar. Tapi menyakiti karena berbeda, itulah yang menjadikan kita tidak lagi manusia.”
Rasulullah SAW. adalah teladan dalam berdiskusi. Tak pernah beliau meninggikan suara kepada sahabatnya. Tak pernah beliau membalas cercaan dengan cercaan. Beliau mendengar, sebelum bicara.Memaafkan, sebelum diminta maaf.
Buah Pertengkaran: Retaknya Silaturahim, Pecahnya Persahabatan
Lihatlah sekitar kita, berapa banyak rumah tangga yang luluh lantak bukan karena kekurangan, tapi karena pertengkaran yang dibiarkan membusuk?
Berapa banyak saudara kandung yang tak lagi saling mengunjungi?
Berapa banyak sahabat lama yang kini menjadi nama asing di daftar kontak?
“لا تَحاسَدُوا، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَرُوا، وكُونوا عِبادَ اللَّهِ إخوانًا"
“Janganlah kalian saling hasad, jangan saling membenci, jangan saling memutuskan hubungan, dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Pertengkaran merusak jiwa. Ia menghilangkan ketenangan tidur.
Ia membuat makan tak lagi nikmat.
Ia membuat kita jauh dari zikir, jauh dari damai, jauh dari Allah.
Jalan Pulang: Solusi Menghindari dan Menyembuhkan Luka Pertengkaran
Tidak ada luka yang tak bisa disembuhkan jika hati masih mau mendengar. Tidak ada jarak yang tak bisa dijembatani jika hati masih mau merendah.
Langkah pertama adalah diam. Diam bukan kalah,diam adalah memilih akal sehat, bukan membalas dengan emosi.
Langkah kedua adalah menyapa lebih dulu.Karena Rasulullah SAW.bersabda:
“خيرُ الناسِ من يبدأُ بالسلامِ"
“Sebaik-baik manusia adalah yang memulai salam terlebih dahulu.”
(HR. Abu Dawud)
Langkah ketiga adalah belajar mendengar. Karena sebagian pertengkaran hanyalah tangisan yang disamarkan menjadi kemarahan.Kadang orang yang marah padamu,hanyalah orang yang terlalu rindu didengar olehmu.
Langkah keempat adalah memaafkan. Bukan karena mereka pantas dimaafkan,
tapi karena hatimu pantas untuk kembali damai.
Mari Kita Bangun Dunia Tanpa Pertengkaran
Dunia ini terlalu indah untuk dipenuhi suara-suara yang saling menyalahkan. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam perang dingin dan hati yang beku.
Jika kamu punya sahabat yang menjauh karena pertengkaran,
datangilah. Jika kamu punya saudara yang tersakiti karena kata-katamu, mintalah maaf.
Karena bisa jadi, pintu surga kita bukan amal-amal besar, melainkan satu maaf yang tulus, yang menyelamatkan satu silaturrahim,
dan menyambung kembali satu cinta yang sempat putus.
“وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ"
“Dan (orang-orang yang) menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Ali Imran: 134).
Dan pada akhirnya mari kita doa dan bermohon kepada Allah SWT. agar dari dijauhkan dari permusuhan, kebencian dan dendam sebagai ala obat buruk dari pertengkaran.
اللّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ، وَجَنِّبْنَا الْفِتَنَ وَالْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ
“Ya Allah, perbaikilah hubungan di antara kami, satukanlah hati kami, jadikanlah kami orang-orang yang saling mencintai karena-Mu, dan jauhkanlah kami dari fitnah, permusuhan, dan kebencian.”
#Wallahu A’lam Bis-Sawab