Gambar PERTARUNGAN KEJUJURAN DAN KECULASAN (4) (Puisi Refleksi untuk Negeri yang Terluka)

Di zaman ini, kita menyaksikan

pertarungan senyap—namun dahsyat:

antara kejujuran yang redup,

dan keculasan yang kian gemerlap.


Ia dimainkan oleh para tokoh,

yang dulu disebut pemimpin bangsa,

tapi kini, banyak berubah wajah—

dari pejuang jadi penjaja harapan.


Belajarlah pada pendahulu agung:

Soekarno, Hatta, Natsir, Syahrir, Agus Salim—

mereka rela papa demi tanah air tak tergadai.

Kini justru tanah tumpah darah

menjadi ladang perburuan kekuasaan,

dan rakyat dibiarkan memikul beban

utang, derita, dan kehancuran.


Dunia kini seperti terbalik:

dulu, tanah dijual tanpa sengketa,

meski tanpa surat, tak ada cela.

Kini, tanah dijual berkali-kali,

dan sengketa datang silih berganti,

karena nafsu telah menggantikan nurani.


Tokoh-tokoh culas

melahirkan masyarakat culas.

Dan pemimpin yang jujur

akan menempa bangsa yang lurus.

Zaman membentuk manusia,

tapi manusia pula yang menodai zamannya.


Lihatlah, tokoh culas dibela mati-matian

oleh pasukan baser yang hidup dari upah menjilat.

Semakin tajam lidah penjilatan,

semakin tinggi jabatan yang diberikan.

Sementara para pejuang kejujuran dan kebenaran

ditinggal sunyi dalam kesabaran panjang,

karena melawan keculasan

ibarat menabrak tembok beton

yang kokoh karena uang dan tipu daya.


Namun, sejarah tak pernah tidur.

Waktu akan menyaring yang palsu,

dan menyingkap tabir kebenaran

meski harus menunggu musim perubahan.


Wasalam,

Kompleks GFM, 23 Juli 2025